Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merenungkan "Nyanyian" La Nyalla

13 Januari 2018   21:00 Diperbarui: 13 Januari 2018   21:01 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Silaturrahmi idul Fitri lalu membuka banyak hal. Diskusi dari masjid kampus UGM hingga kediaman Refrison Baswir diwarnai dengan sentilan sentilan kritis Bang Zul (Zulkifli Halim) aktivis PAN yang segar dan cerdas. Bang Zul memang mentor dalam aktivitas dakwah kampus, di HMI, maupun di Laboratorium Dakwah Yogyakarta.

Salah satu nadihat yang disampaikan oleh Bang Zul kurang lebih "Mas Dar, sudahkah kita konsentrasi menggarap dakwah kampus kembali; di politik, saat ini yang berkuasa adalah uang, bukan perjuangan'. 

Beliau pun menceritakan berbagai hal terkait faktor uang yang sangat menentukan posisi seseorang di dunia politik. Saya menangkap, orang dengan kemampuan penggembira bisa jadi menempati posisi strategis dengan catatan mempunyai banyak uang. Saya pun kemudian merenung, maju lagi ikut kontestansi di pemilu 2019 sebagai caleg gak yah ?

Pernyataan Bang Zul seakan terngiang saat ini ketika muncuat pernyataan dari La Nyalla terkait rekomendasi dari partainya untuk Pilkada Jatim yang konon harus ditebus dengan puluhan miliar.bahkan melalui sebuah media, penulis baca LN ditanya 200 M oleh petinggi partainya. Negeri orang kaya, Jika pernyataan LN benar (dia berani sumpah pocong) maka kita layak bertanya jika untuk saksi 40 M, lalu 160 M untuk apa ? Kalau 100 M untuk kampanye, lalu 60 M nya untuk apa ?

Teman satu kelas di SMA 1 Brebes, Sudirman Said, yang diusung sebagai Cagub di Pilkada Jateng 2018, mengakui, bahwa untuk ukurannya, biaya pilkada Jateng dengan 35 kabupaten/kota itu mahal. 

Penulis berfikir apakah partai pengusung memposisikan kandidat sebagai pihak yang membutuhkan jabatan itu sehingga wajar jika berlaku "jerbasuki mawa bea ?' Sehingga para kandidat yang diusung harus iuran sebagaimana diakui oleh Anies Baswedan yang maju di Pilkada Jakarta lalu ?

Dalam pandangan penulis, jika partai partai benar benar memperjuangkan kepentingan rakyat, maka berarti menjadi petugas partai berarti menjalankan tugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai petugas, kandidat selain harus menjalankan misi, dia juga harus dibekali banyak hal untuk dapat sukses menjalankan tugas itu, bukan sebaliknya kandidat harus mengeluarkan semya hal sebagaimana terjadi jika jabatan itu untuk kepentingan sang kandidat.

Ilustrasi perjuangan untuk merebut kemerdekaan sungguh sangat populer indah. Rakyat rela memberikan apa saja untuk mendukung para pejuang maju ke medan perjuangan. 

Jika para kandidat benar benar diposisikan sebagai pejuang yang harus membebaskan daerah atau negara dari berbagai ketimpangan yang ada, maka jika kita mencontoh apa yang bapak bapak bangsa tanamkan dalam perjuangannya, sudah sewajarnya rakyat, kader partai pengurus dan partai itu bahu membahu memberikan berbagai keperluan perjuangan sang kandidat. Sudah barang tentu sang kandidat menyeduakan apapun sebatas yang dia mampu menyediakannya.

Sebagai aktivis politik sejak SMA, penulis merasa perlu untuk membantu dengan seluruh kemampuan untuk menyukseskan pejuang pejuang dari partai yang penulis dukung agar sukses, sehingga misi amar ma'ruf nahi Munkar dari partai di era Orde Baru dapat terwujud. Penulis juga mengamati para kader partai tanpa pamrih mau melakukan tugas partai dari oadang atribut, sebar undangan, cuap cuap di podium (tugas yang biasa penulis lakujan) hingga menyiapkan nasi bungkus dan minuman, termasuk harus berani berhadapan tidak hanya dengan saksi dari partai rezim orba, bahkan dari petugas TPS yang rata rata diikat oleh monolotalitas.

Saksi adalah orang orang yang menjadi ujung tombak dalam menjaga suara. Mereka adalah orang orang kepercayaan partai, sudah seharusnya adalah kader kader partai yang benar benar memahami misi perjuangan partai saat pesta demokrasi, dia tidak akan berfikir tentang balasan dari partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun