Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2019, Bisakah Terjadi Bedol Senayan?

22 November 2017   19:12 Diperbarui: 22 November 2017   19:20 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diantara  isue politik yang mengiringi penangkapan tersangka mega korupsi E-KTP adalah  pertama,  Kapan Sernov dicopot dari kedudukannya sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar; ke dua, bagaimana eletabilitas partai Golakar nati pada Pemilu 2019. Tulisan ini tidak bermaksud memaparkan masalah dua isue tersebut, namun lebih dari itu, berbagai hirup pikuk korupsi yang melibatkan politisi Senayan yang sudah berulang kali terjadi mestinya harus memberikan pembelajaran bagi bangsa Indonesia terutama menghadapi pemilu 2019 nanti. 

Fakta bahwa terjadi kolusi antara dunia usaha, birokrat dan politisi yang berkomplot melakukan tindak pidana korupsi (maaf saya tidak setuju dikatakan jamaah koruptor) sangat Ceto welo welo dalam kasus mega korupsi E-KTP. Fakta itu sangat jelas dengan adanya proses pengembalian uang ke KPK dengan jumlah wow, dari sejumlah pihak.

Para pelaku dari kalangan politisi yang berasal dari partai nampaknya nampaknya sepakat berkomplot. Boleh jadi, kekompakan mereka hasil dari proses belajar dari kasus kasus sebelumnya yang cenderung melibatkan politisi partai tertentu saja sesuai "jalur" eksekutif yang dimiliki. Sebagai contoh kasus Hambalang, Daging Sapi, kitab Al Quran dll. Proses kekompakan berkomplot untuk korupsi ini jelas semakin membahayakan di tengah kesulitan yang dihadapi bangsa.

Kasus E-KTP yang sedang diproses saat ini kita mengetahui sebagai tindak pidana yang sebenarnya dilakukan oleh politisi Senayan periode 2009 - 2014. Gegap gempita korupsi politisi periode itu memprihatinkan kita semua, sehingga menghadapi Pemilu 2014, penulis mengkampanyekan "Bedol Senayan" dengan harapan terjadi perubahan total dari penghuni rumah rakyat Senayan dengan figur figur yang bersih.

Tidak hanya terkait korupsi, penulis mencatat beberapa hal yang menggerakkan penulis mengkampanyekan Bedol Senayan namun juga melihat fakta, bahwa terdapat lebih dari dua ratus produk parlemen dalam hal ini Undang Undang dinilai kurang berpihak ada rakyat. Lebih dari itu, diawal periode kerja mereka, terjadi hal yang tidak diinginkan oleh umat beragama Indonesia, dimana pada saat melakukan studi banding ke Yunani terkait masalah etika, diam diam sebagian justru ngangsu kawruh ke Belanda terkait masalah undang undang perkawinan sejenis.

Mereka yang sejak tahun 2009 bercokol di Senayan, memang pada pemilu 2019 tidak bisa lagi masuk Senayan (sudah 2 periode) namun tentu saja, waktu 5 tahun adalah masa yang cukup untuk melakukan "kaderisasi" bagi yunior yuniornya. Oleh karena itu, apabila para yunior itu kembali terpilih ke Senayan, maka mereka siap melakukan apa yang telah digembleng oleh para seniornya. Jika hal ini terjadi, bisa saja kasus kasus sejenis Century, Hambalang, Gerbong zkereta, daging sapi maupun sejenisnya termasuk  E-KTP dapat saja terjadi dengan permainan yang lebih halus dan massif.

Jika demikian, maka penulis merasa perlu untuk menggaungkan kembali "Bedol Senayan" untuk pemilu 2019 nanti. Senayan bersih dari para politisi dan partai koruptor adalah mutlak harus diwujudkan agar fungsi fungsi DPR benar benar dapat dilaksanakan secara amanah. Memang sangat tidak mudah, karena kita harus akui bahwa mereka yang bercokol di Senayan memiliki berbagai sumberdaya dan mesin politik yang siap menggilas siapa saja dengan cara apa saja. 

Namun demikian ada pihak kunci yang bisa mewujudkan Bedol Senayan, pihak kunci itu adalah Rakyat, mereka yang memiliki hak pilih. Apabila rakyat dapat dengan cerdas menggunakan hak politiknya, maka apapun iming iming yang diberikan oleh mereka tidak akan mampu menggoyahkan pilihannya. Proses mencerdaskan politik bagi seluruh rakyat Indonesia diharapkan mampu mencegah pembodohan pembodohan oleh oknum tertentu sehingga hanya dengan 100 ribu - dua ratus ribu hak politik mereka diserahkan.

Upaya mencerdaskan kehidupan politik tentu saja tidak bisa ditunda tunda lagi, mengingat tahun politik sudah makin mendekat. Penulis sangat yakin bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, yang sangat yakin dengan masalah surga dan neraka. Oleh karena itu, pendekatan religius (agama apa saja), dapat menjadi pilihan untuk melakukan pendidikan pencerdasan politik. 

Baca juga : 

1. Kembali ke Sapi.... (kompasiana, 18 Juni 2013)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun