Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Ibu Guru Bicara Pendidikan Anaknya

17 Oktober 2017   18:36 Diperbarui: 17 Oktober 2017   18:56 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang teman, Ibu guru, memutuskan untuk resign dari sekolah tempatnya mengabdi selama ini dan menyatakan ingin fokus bekerja di rumah untuk mendampingi putranya yang masih balita. ia memilih untuk mendampingi putra-putrinnya tumbuh dan kembang hingga dewasa denga penuh perhatian. Pilihan ini justru diambil setelah dia menyelesaikan. Study pasca sarjananya di bidang pendidikan. Tentu saja satu hal yang orang lain bisa  berharap kariernya sebagai guru makin melejit dengan level pendidikannya yang meningkat itu.

Namun tidak bagi ibu guru yang satu itu, ilmu kependidikannya yang bertambah justru mengubah paradigma  dirinya untuk menjadi seorang ibu yang fokus mendidik anaknya dan berhenti menjadi guru di salah satu sekolah di pusat kota jakarta.  "Coba bayangkan Pak!, guru guru di Jakarta ini rara rata berangkat jam lima pagi, di sekolah sampai jam tiglima sore, dan ahiryta sampai di  rumah  kembali sampai jam 5 petang" ungkapnya penuh ekspresi. *Kita seharian mendidik anak orang lain dengan berbagai karakternya, sedang  anak kita sendiri kita titipkan kepada pembantu atau baby sitter" lanjutnya sambil membayangkan puteranya di rumah. 


Adanya berbagai tindak  kejahatan yang merebak ahir-ahir ini seperti kasus pedophilia, narkoba dalam berbagai kemasannya, menjamurnya  pornografi yang melanda dunia anak anak bahkan pada usia dini plus berbagaia tindak kekerasan  sangat memperkuat tekadnya untuk meninggalkan mengahiri mendidik anak-anak orang lain di sekolah  dan ingin fokus mendidik anaknya sendiri 

"Selama ini, kita menangani siswa-siswa di sekolah, ya nyatanya, anak anak yang kurang mendapat pethatian orang tua di rumahnya yang menjadi langganan siswa bermasalah di sekolah kita kan pak ?. i9Mereka kurang pethatian di rumah, dan melampaskannya di sekolah. Saya berfikir bagaiamana nasib  anak saya, karena kami petgi jam lima pagi, pulang jam lima sore, anak anak kurang pethatian, apa jadinya anak saya nantinya ?" lanjutnya retoris.


Sebagai orang tua, penulis mendengarkan keluhan ibu guru tersebut dengan penuh emphatir Penulis tetus mencoba mendalami, dan memperdalam masalahnya, ke ibu ibu guru yang mendapat tugas tambahan yang memaksanya harus pulang malam bahkan bermalam yang kadang berhari hari . Apa tidak memikirkan pendidikan anak anaknya di rumah ? Apa hal itu bisa dilupakan begitu saja, dengan sekedar menelepon, WA atau SMS ? 

Hampir rata-rata, alasan yang disampaikan ibu-ibu itu  tetkait dengan profesionalisme menyangkut tugas yang harus diembannya yang dia tidak dapat menolak karena diinstruksikan  oleh atasannya. Pertanyaannya adalah apakah atasannya juga tidak menyadari hak pendidikan dari anak-anak dari ibu tersebut ? Bukankah profesionalisme juga tetkait dengan otonomi guru untuk menentukan program pembelajaran terhadap peserta didiknya, sesuai kondisi riil baik peserta didik, guru, fasilitas atau lingkungan sekolahnya ?


Pengelolaan pendidikan termasuk kebijakan pendidikan tentunya harus memperhatikan kondisi daya dukung riil dimana kondisi sangat dinamis. Tidak bisa kita berargunentasi "dulu..",  "Sepertinya" dan sejenisnya. Kita memerlukan argumentasi yang riil dan akurat serta up to date. Yang intinya kebijakan dan pengelolaan harus terus dievaluasi dengan baik termasuk efektivitas sebuah prgram yang kadang menyita banyak sumberdaya. Kiranya perlu dijawab dengan jujur, apakah sebuah program memperoleh outcomeb  yang diperoleh signifikan atu  tidak dengan berbagai sumberdaya yang dikeluarkannya tersebut. Jika tidak, tentu saja hal itu sebuah kemubadiran. 

Dari uraian  di atas,  ada pesaan yang ingin penulis sampaikan, bahwa bekerja bagi seorang ibu  ternyata berkonsekuensi merampas hak pengasuhan dan pendidkan anak, apalagu pada usia-usia anak masiih memerlukan ASI. Kurangnya perhatian orang tua, sejauh pengalaman ibu guru tadi,  menjadi penyebab  yang utama anak anak bermasalah di sekolah.  


Penulis berharap semoga apa yang disampaikan oleh ibu guru di atas dapat meningkatkan emphati kita dan dapat memperbaiki pengelolaan pendidikan kita demi mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia termasuk mencerdaskan anak-anak kandung para ibu guru tentnya.  Jangan sampai apa yang kita lakukan sebagaimana dipetingatkan oleh al Quran pada surat al Kahfi yang artinya : "Katakanlah: 'Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?' (QS. 18:103) Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. 18:104) 

Semoga tidak !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun