Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panca Sila dan NKRI Lestari Jika Nilai Ketuhanan Teraplikasi

28 September 2017   08:50 Diperbarui: 28 September 2017   11:41 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meminjam istilah dari Mantan Meteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, yang juga Gubernur terpilih pilkada DKI 2017, Anies Baswedan, bahwa salah satu hutang negara terhadap seluruh rakyat Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan Bangsa". Mengingat para perumus konstitusi kita mayoritas adalah ulama mujahid, maka jika kita bertanya kepada para founding fathers apa yang dimaksud dengan bangsa yang cerdas penulis sangat yakin seyakin yakinnya bahwa referensi kecerdasan mereka adalah sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan "Alkayisu mandana nafsahu wa amila lima ba'da mautih", bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu mengendalikan hafa nafsunya dan melakaukan amal-amal kebaikan dalam hidupnya untuk bekal sesudah matinya. 

Seperti sudah penulis sampaikan melalui beberapa edisi sebelumnya terkait dengan pengaruh buruk aadegan kekerasan Film Penghianatan G30S/PKI terutama pada anak dan remaja, maka penulis menyambut baik larangan menonton fil itu bagi naka SD dan SMP yang disampaikan oleh Mendikbud Muhajir Efendi. Seperti disampaikan oleh Tempo, bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy melarang siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menonton film Penghianatan G30S PKI. Film garapan sutradara Arifin C. Noer itu dinilai bukan konsumsi anak-anak. "SD tidak boleh. SMP juga enggak boleh," ujarnya usai menghadiri rapat senat terbuka penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada Megawati Soekarnoputri di Auditorium Universitas Negeri Padang, Rabu 27 September 2017.

Meskipun larangan itu hanya untuk anak SD dan SMP, yang berarti tidak sepenuhnya memenuhi harapan penulis, yang mestinya anak SMA/SMK juga dilarang kecuali yg di atas 18 tahun, karena  menurut Undang-Undang , bahwa yang dikatagorikan  anak anak batasannya adalaha di bawah 18 tahun, namun penulis tetap mengapresiasinya sebagai satau tindakan nyata terkait upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, penulis menghimbau kepada seluruh pihak yang telah menyarankan untuk nobar fiolm penghianatan G30S/PKI termasuk Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, untuk segera memberikan instruksi agar "tidak melibatkan anak-anak dalam nobar film penghianatan G30S/PKI itu sebagai bentuk kepedulian terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu hutang kemerdekaan dari negara kepada rakyatnya. 

Penulis tentu sangat sepakat, untuk menjaga dan mengingatkan seluruh anak bangsa temtang bahaya komunisme, bahkan tidak hanya komunisme, namun  infiltrasi dan bahaya seluruh ideologi maupun paham yang berdentangan dengan panca sila. Namun demikian jika hal ini akan dilaksanakan melalui mediaa film, penulis menekankan untuk membuat film yang obyektif dari segi kesejarahan, artistik dari segi perfilman dan sebagai pendidik penulis menyarankan agar film juga tidak melanggar prinsip-prinsip pedagogik dan psikologi komunikasi, semua terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Lebih jauh dari itu, untuk menjaga kelestarian NKRI dengan Pancasilanya, kita harus bekerja lebih strategis mengingat tantangan-tantangan yang kita hadapi semakin komplek. Penulis menilai, klaim klaim NKRI harga matu, Aku Pancasilais, yang digaubgkan pihak pihak tertentu laksana jauh asap dari api ketika kita melihat kehidupan keseharian pihak pihak tersebut jika kita refetensikan dengan pancasila sebagai way of life dan pandangan hidup bangsa Indonesia. 


Pancasila sebagai pandangan dan way if life bangsa Indonesia menuntut bangsa Indonesia berkehidupan sebagai bangsa yang berketuhanan yang Maha Esa, berpetilemanysiaan yang adil dan beradab, mengedepankan persatuan dari pada berada mrngkotak kotak, membudayakan musyawarah untuk mufakat bukan dominadi mayoritas apalagi tirani minoritas, dan sudah barang tentu vetkeadolan sosial. Totalitas dan integritas menjalanan ke lima sila dalam kehidupan itulah yang disebut sebagai pancasilas sejati.

Pusat penggerak dari semua nilai pancadila itu ada pada komitmen pada nilai nikai ketuhanan yang maha esa, nilai niiai keagamasn yang dianut oleh nasing masing umat beragama yang ada di Indonesia, sebab meskipun dalam hal hubungan vertikal berbeda beda namun dakam prinsip habluminannas, memiliki berbagai kedekatan sehingga para pendiri bangsa Indonesia bisa saling sepakat dalam pancasila, karena mereka sangat memahami ajaran agama masing-masing. 

Jika kita benar-benar berkomitmen menjalankan ajaran ketuhanan yang maha Esa yang kita yakini masing-masing, maka sudah brang tentu kita akan bermuamalah, menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan penuh nilai-nilai kemanausiaan, ukhuwah wathoniyah, meneguhkan musyawarah untuk mufakat dan terus mengupayakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini perlu disadari karena, menjalankan kehidupan yang penuh manfaat, rahmatan lil alamin, menabur kasih, berlaku dharma adalah sangat ditekankan bagi umat beragama. 

Dengan demikian, NKRI dan Pancasila akan lestari, jika Indonesia benar-benar berketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menjalankan agama dan keyakinannya secara murni dan konsekuen, pada saat yang sama, terus meneguhkan kebinekaan, dan ukhuwah wathoniyah. Dengan taat dan patuh pada nilai-nilai agama, maka godaan untuk tidak bertuhan (atheisme) yang diusung oleh PKI maupun paham kebebasan individu yang diusung oleh liberalisme dan menumpuk aset/kekayaan individu oleh kapitalisme tidak akan menemui lahan suburnya. Indonesia akan tetap sebagai NKRI dan berpancasila. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun