Mohon tunggu...
Darren Alro
Darren Alro Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Pendidikan dalam Menciptakan Generasi Muda sebagai Agen Perubahan: Menuju Generasi Emas 2045

21 Oktober 2021   14:10 Diperbarui: 21 Oktober 2021   14:12 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2021, pada tanggal 28 Oktober akan menjadi kali ke 93 peringatan Hari Sumpah Pemuda sejak pertama kali diikrarkan pada Kongres Pemuda Kedua tahun 1928. Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari sebuah organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia yang bernama Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres ini terbagi dalam tiga kali rapat di tiga gedung yang berbeda pula hingga pada akhirnya menghasilkan Sumpah Pemuda.

Kongres Pemuda Kedua ditutup dengan pengumuman hasil kongres. Rumusan yang dihasilkan diucapkan oleh para pemuda yang hadir sebagai Sumpah Setia, yang berbunyi:

Pertama, Kami Poetra Poetri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. Kedua, Kami Poetra Poetri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Satoe, Bangsa Indonesia. Ketiga, Kami Poetra Poetri Indonesia, Mendjoenjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

Masa depan bangsa Indonesia ada di tangan para pemuda. Bahkan Ir. Soekarno selaku presiden pertama bangsa Indonesia pernah berkata, "Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia". Ucapan tersebut mengindikasikan bahwa peran pemuda sangatlah penting, karena sejatinya merekalah yang akan menjadi penerus bangsa Indonesia. Pemuda adalah agen perubahan bagi bangsa Indonesia, dari negara berkembang menjadi negara yang maju.

Pada tahun 2045, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana 70% jumlah penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia dapat menjadi pisau bermata dua, di satu sisi itu bisa memberikan dampak positif seperti meningkatkan laju perekonomian negara, di lain sisi bonus demografi justru bisa membawa dampak buruk terutama masalah sosial seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Menurut Juwita dkk (2019), usaha yang dilakukan dalam pembangunan suatu masyarakat ditandai dengan adanya sejumlah orang yang menggerakkan proses perubahan tersebut, yang dimaksud disini adalah pemuda yang disebut sebagai agen perubahan. Pemuda adalah agen perubahan yang nantinya diharapkan akan membawa negara Indonesia dari negara berkembang, menjadi negara yang maju. Para pemuda saat ini adalah ujung tombak bangsa untuk menciptakan Generasi Emas 2045, karena nantinya pada tahun 2045 mereka yang berusia 16-30 tahun akan berusia 40-54 tahun. Merekalah yang nantinya akan menjadi pemegang pemerintahan dan roda kehidupan di Indonesia.

Menurut Miskiah (2020) pemuda di Indonesia sebagai generasi emas haruslah memiliki kompetensi, karakter, gaya hidup, nilai relijius. Untuk itu pemuda harus mempunyai semangat bekerja keras untuk menjadi pemuda yang hebat. Jangan sampai pemuda di Indonesia hanya menjadi kaum rebahan atau kaum mager (males gerak), karena nantinya mereka tidak dapat bersaing dalam kehidupan. Pemuda juga dituntut untuk memiliki sikap, pola pikir, konsep dan berperadaban unggul dengan wawasan yang cerdas, luas, mendalam, produktif, kreatif, inovatif, dan futuristik.

Indonesia berpeluang masuk ke 5 negara di dunia dengan ekonomi terbesar pada tahun 2045 mendatang. Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 309 juta orang dengan angka Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 29 ribu dolar AS per tahun. Dengan kondisi ini, Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati 'bonus demografi', yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja.

Perubahan struktur ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas sumber daya manusia (human capital). Di Indonesia, rasio ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50 persen pada tahun 2012 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara tahun 2028 sampai dengan 2031.

Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi baik secara nasional maupun regional. Penduduk usia produktif Indonesia sendiri menyumbang sekitar 38 persen dari total penduduk usia produktif di ASEAN. Tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia selain meningkatkan angkatan kerja dalam negeri juga membuka peluang untuk mengisi kebutuhan tenaga bagi negara-negara yang proporsi penduduk usia kerjanya menurun seperti Singapura, Korea, Jepang dan Australia.

Untuk memanfaatkan bonus demografi maka para pemuda harus dibentuk kualitasnya sejak sekarang. Pada tahun 2025 nanti anak-anak sudah dewasa dan termasuk dalam usia produktif. Untuk itu, mulai saat ini, generasi muda harus mempersiapkan diri agar mampu bersaing meraih kesempatan kerja, dan bersaing dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Artinya mulai sekarang, anak-anak harus meningkatkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun