Mohon tunggu...
Darno Latif
Darno Latif Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca itu bukan hobi tapi kebutuhan pokok

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Apa dengan Pacaran?

11 November 2022   02:38 Diperbarui: 11 November 2022   02:41 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah membuka grup WA, banyak judul tulisan yang bertemakan pacaran. saya sudah baca beberapa tulisan. Bisa dikatakan pacaran sudah membudaya. Sampai anak-anak SD sudah mengenal kata pacaran. Orang-orang tua zaman dahulu tidak ada yang pacaran itu kata nenek saya.  Tapi saya tidak percaya. Mungkin ada juga yang pacaran tapi tidak separah zaman sekarang. Mungkin mirip-mirip kisah Zainuddin dan Nurhayati dalam novel tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Mohon maaf kalau salah menyebutkan nama tokoh.

Dahulu orang-orang kampung yang jauh dari perkotaan, mereka menjodohkan anak-anaknya sejak kecil. Ketika telah menginjak usia dewasa baru mereka dinikahkan. Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan kekerabatan yang sudah jauh. Namun bagaimana pun bila diterapkan zaman sekarang akan mendapatkan penentangan oleh sebagian orang. Meski demikian, masih ada yang mempertahankan kebiasaan turun temurun ini.

Apakah pacaran termasuk budaya orang indonesia? Sampai saat ini saya juga belum tahu jawabannya. Soalnya belum punya data yang valid. Kalau kita membaca kisah tenggelamnya kapal Van Der Wijck, di dalam novel tersebut hubungan pacaran hanya sebatas surat menyurat. Bertemu pun jarang. Tidak seperti kencan ala zaman Now. Makanya buku tersebut sangat terkenal karena kata-katanya yang indah dan jauh dari hal yang berbau syahwat. 

Novel ini dikarang oleh seorang ulama yang berasal dari Sumatera Barat. Nama beliau adalah Hamka, beliau adalah salah seorang ulama kharismatik saat itu. Hamka sendiri singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Abdullah. Beliau pernah menjadi ketua MUI. Dari novel ini, kita bisa sedikit banyak mendapatkan gambaran bagaimana pacaran zama  dahulu.

Zaman sekarang semua informasi tersedia. Televisi menyajikan tontonan pacaran. Bila dilihat dengan seksama untuk menyebarkan budaya pacaran. Berbeda dengan zaman dahulu, untuk menonton televisi saja butuh perjuangan. Kami harus berjalan kaki ke kampung tentangga melewati hutan sangat gelap, tidak ada lampu senter, hanya menggunakan obor. Sesampainya di sana, kami menonton melalui celah yang sempit karena tuan rumah tidak mengijinkan kami masuk. 

Tapi begitulah, semua jalan akan ditempuh  bagi orang yang suka penasaran. Bila waktu Magrib tiba, orangtua menyuruh kami pergi ke guru mengaji untuk belajar membaca Al-Qur'an. Sangat jauh berbeda dengan zaman sekarang, setiap saat disibukkan oleh gadget. Karena main game sampai lupa waktu shalat magrib.

Berbicara tentang cinta. Semua orang yang normal pasti pernah jatuh cinta. Baik itu orang miskin, orang kaya pasti semua pernah jatuh cinta. Jatuh cinta itu sifatnya alami. Asalkan bukan cinta yang terlarang. Cinta itu asalnya dari mata lalu turun ke hati. Kalau seorang sudah jatuh cinta, semuanya dibayangkan indah tidak ada yang buruk. Terasa dunia hanya milik mereka berdua. 

Menurut saya seorang anak tergantung dari teman bergaulnya dan lingkungan tempat tinggal. Kedewasaan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan kematangan usia (maturity). Orang tua yang baik selalu peduli dengan anak-anaknya. Orang tua yang peduli dengan anak-anaknya selalu mengontrol dengan siapa anaknya telah bergaul. Pacaran terjadi karena adanya komunikasi antara lawan jenis. Bahkan lebih parahnya ada yang pacaran sesama jenis. Na'udzu billah min dzalik. Di jaman sekarang komunikasi adalah sesuatu hal yang mudah dilakukan. 

Melalui komunikasi sehingga semua bisa berhubungan walaupun mereka berada di negeri antah berantah. Lalu terjadilah pacaran antara perempuan dan laki-laki. Semoga anak-anak kita dapat terjaga dari budaya pacaran. Mohon maaf tulisan ini hanyalah hasil dari renungan saya.

Saya menasehati bagi yang sudah siap menikah hanya ada satu solusinya. Segera menikah dan jangan pacaran! karena kalau hanya diajak pacaran, itu tandanya tidak serius. Kebanyakannya pacaran itu tidak serius. Solusinya adalah segera menikah. Bagi laki-laki yang menyukai seseorang, jangan cuma manis dibibir. Apa gunanya kata-kata pujangga bila isinya hanya kedustaan. Kalau benar-benar serius cari orangtuanya, kemudian lamar, bila direstui kemudian menikah. Itu baru namanya cinta sejati. Bila tak direstui cari lagi yang lain. Perbanyak doa, yakinlah bahwa Allah subhana wata'ala pasti memilihkan jodoh yang terbaik. Semoga bermanfaat.#doc jay

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun