Mohon tunggu...
Darmawan bin Daskim
Darmawan bin Daskim Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang petualang mutasi

Pegawai negeri normal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar Budaya Organisasi dari Richmond

27 Oktober 2022   10:49 Diperbarui: 2 November 2022   10:45 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dari film Coach Carter. (IMDb)

“Yang harus kalian ketahui adalah kita berperilaku berdasarkan hormat,” pengarahan pertama Pelatih Carter kepada tim basket SMA Richmond pada saat perkenalan dirinya di pembuka sesi latihan. 

Bermodalkan reputasi sebagai mantan bintang tim basket SMA Richmond beberapa puluh tahun lalu, Pelatih Carter dipercaya untuk memperbaiki performa tim basket SMA Richmond.

Catatan 4 kali menang dan 10 kali kalah di musim sebelumnya menjadi tantangan tersendiri bagi Pelatih Carter dalam menyiapkan tim basket SMA Richmond menjalani musim yang sedang berjalan.

Berdasarkan pengamatan atas pertandingan SMA Richmond yang saat itu masih ditangani pelatih sebelumnya, Pelatih Carter mengambil langkah strategis pertama berupa persyaratan kontrak bagi tim basket SMA Richmond. 

Setiap anggota tim harus mendapatkan rata-rata nilai akademis 2,3, dilarang bolos kelas, dan wajib duduk di barisan depan kelas saat pelajaran. Sebuah persyaratan kontrak yang sangat memberatkan bagi para anggota tim.

Pelatih Carter menemukan banyak permasalahan mendasar dalam tim Richmond, di antaranya adalah tidak adanya respek, tidak disiplin, dan tidak adanya kerja keras.

Disiplin dan keadilan langsung diterapkan Pelatih Carter saat puteranya sendiri, Damien datang telat di sesi latihan. Lari suicide tetap menjadi hukuman bagi Damien, meski sudah menjelaskan argumen kuat mengapa dia datang telat.

Respek, disiplin, dan kerja keras akhirnya membuahkan kemenangan pertama Richmond di musim berjalan. “Operanmu bagus, Sayang.” “Operanmu yang bagus, kawan. 

Tadi itu kau,” respek sesama anggota Richmond di akhir pertandingan. Sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Tidak ada lagi aksi berbangga diri, mengejek, dan saling menyalahkan dalam anggota Richmond.

“Aku bersedia push up untuk dia. Pelatih bilang kami adalah tim. Seorang pemain kesulitan, seluruh pemain akan merasakan. Seorang pemain berhasil, seluruh pemain juga akan berhasil, kan?” ucapan epic Lyle kepada Pelatih Carter saat Cruz belum berhasil menyelesaikan hukuman indisiplinernya. Sikap korsa yang akhirnya diikuti oleh seluruh anggota tim Richmond.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun