Mohon tunggu...
Darmawan bin Daskim
Darmawan bin Daskim Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang petualang mutasi

Pegawai negeri normal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kok Tidak Menjadi Harta Bersama?

21 April 2021   14:36 Diperbarui: 21 April 2021   14:55 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengacu Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam (KHI), "Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri."

Lain dengan pemahaman banyak masyarakat Indonesia, KUHPer, UU Perkawinan, dan KHI, dalam Syariah justru tidak dikenal harta bersama.

Mengutip buku Gono-Gini Antara Adat, Syariat, dan Undang-Undang karya Ahmad Zarkasih, Lc, penerbit Rumah Fiqih Publishing, cetakan pertama 15 November 2018, "bahwa tidak ada istilah harta bersama dalam syariah, para ulama dan fuqaha pun tidak membahas itu sebagai bagian dari syariah dalam kitab-kitab mereka. Dan mereka juga telah bersepakat bahwa perkawinan tidak bisa merubah status kepemilikan harta salah satu pasangan menjadi harta bersama. Sama sekali tidak ada."

Dalam syariah, kepemilikan harta itu bisa berubah atau berpindah kepemilikan dengan satu dari 4 cara, yaitu: (1) waris; (2) wasiat; (3) hibah; dan (4) jual beli. Perkawinan tidak ada dalam 4 cara ini, jadi memang tidak bisa kemudian hanya karena perkawinan harta menjadi dimiliki bersama.

Selain bab nafkah suami kepada istri dan bab harta suami istri, ada satu bab lagi yang ada kaitannya, yaitu bab mawaris. Benang merahnya adalah bahwa antara suami dan istri akan saling mewarisi. Istri akan mewarisi (mendapatkan) bagian harta suami bilamana suami meninggal duluan (1/4 bagian harta suami bila suami tidak mempunyai anak, 1/8 bagian harta suami bila suami mempunyai anak) begitu pun sebaliknya suami akan mewarisi harta istri bilamana istri meninggal duluan (1/2 bagian harta istri bila istri tidak mempunyai anak, 1/4 bagian harta istri bila istri mempunyai anak).

Manakala suami meninggal tentunya akan lebih memudahkan para ahli waris bila sebelumnya (semasa masih hidup) telah ditentukan mana harta suami, mana harta istri. Rumah dan mobil yang telah diserahkan kepada istri (contoh dialog di awal tulisan) bukan harta suami lagi sehingga rumah dan mobil tersebut tidak masuk dalam harta warisan yang harus dibagi kepada para ahli waris. Carilah harta yang benar-benar masih menjadi milik suami untuk dibagikan warisannya kepada istrinya, anak lelakinya, anak perempuannya, ibunya, atau bapaknya.

Berlatar belakang rasa cinta dan kasih sayang suami kepada istrinya, sah-sah saja suami menghadiahkan rumahnya, mobilnya, atau harta lainnya kepada istrinya. Akad yang dipakai secara syariah adalah hibah. Beda dengan waris dan wasiat, akad hibah ini bebas diberikan kepada siapa saja semasa pemberi dan penerima masih hidup, besaran materinya pun bebas tak dibatasi.

X: "Bukan dalam rangka apa-apa, sekedar hadiah dari Papah ke Mamah aja."
Y: "Ooooh, terima kasih banyak, Sayang."
X: "Sama-sama, Sayang."

Untuk amannya, proses hibah tersebut perlu dibuatkan hitam di atas putihnya. Juga tak kalah pentingnya adalah para calon ahli waris mengetahuinya. Dan tentunya yang paling penting dari semua itu adalah memberi pemahaman tentang mawaris kepada para calon ahli waris kita agar saat kita meninggal, mereka tidak perlu bersengketa dan melibatkan Pengadilan Agama yang menggunakan KHI sebagai acuan keputusan pengadilannya.

Merujuk buku Seri Fiqih Kehidupan (15) Mawaris karya Ahmad Sarwat, Lc., MA, penerbit DU Publishing, cetakan pertama September 2011, bahwa selain karena adanya ancaman Allah SWT dalam QS. An-Nisa' ayat 14, faktor lainnya mengapa kita harus belajar mawaris adalah karena ada perintah khusus Rosulullah SAW, "Dari A'raj radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun