Mohon tunggu...
Darma BC
Darma BC Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis di berbabagai media

Penulis "Satu Buku Sebelum Mati"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Bukan Ahok, Izinkan Kami untuk Galau

13 Mei 2017   09:33 Diperbarui: 13 Mei 2017   10:07 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca divonis bersalahnya Ahok oleh pengadilan, sesungguhnya sebuah hal yang harus diterima. Kesadaran hukum ini menandakan akan kesadaran pada Indonesia sebagai Negara hukum. Panglima, pimpinan tertinggi bangsa Indonesia adalah hukum. Maka semua warga patut menerima keputusan hukum ini.

Seorang Ahok, sendiri, kecil, minoritas suku, agama, dan ras, yang sesungguhnya merasa tak ada niat menodai agama (walaupun perbuatannya menyatakan lain), sudah pernah memohon maaf, atas perbuatannya, harus dikeroyok berjuta ummat.  Sesunguhnya sebuah hal yang memiriskan.

Jika kita sadar dan coba merenungi, betapa zolim dan lebainya sebuah kelompok, hanya  untuk menggolkan sebuah penjara buat Ahok, harus melakukan aksi berjuta-juta ummat. Pemerintah yang memberikan kepercayaan kepada pengadilan pun dianggap diam dan tak berpihak.

Jika saja Presiden bersikap atau berada dibarisan jutaan ummat bukankah Ahok semakin terpuruk? Sikap Presiden yang menyerahkan pada hukum sebagai panglima sudalah tepat. Beliau sebagai orang tua yang mencoba menyayangi si adik kecil atas perbuatannya yang sudah mengganggu kakaknya adalah tepat.

Secara moral, pastaskah kita mengjust Ahok yang seorang diri, kecil, bersalah untuk terus menerus “di” dan “ter” sudutkan?

Sementara pembelaan yang kami lakukan merupakan pembelaan moral terhadap Ahok. Bukan pembelaan melawan hukum. Bukan pula pembelaan yang menyatakan Ahok benar. Tapi pembelaan yang seakan-akan menjadikan Ahok simbol minoritas yang terzolomi, adalah pembelaan kasih sayang.

Aksi-aksi pasca keputusan pengadilanpun bukanlah aksi yang melawan ketetapannya. Tak lebih aksi dari tak menginginkannya si adik kecil (kaum minoritas) merasa sendiri. Kesadaran bahwa ia bersalah,”Ya“! Kesadaran bahwa Ahok bukanlah Indonesia dan Indonesia tidak akan tammat tanpa Ahok, “Ya”!

Tapi untuk mengobati hatinya, agar tidak merasa pilu, sendiri, merupakan sebuah “keharusan”!

Kesadaran sebagai Negara berbhineka tanpa mengkerdilkan yang kecil, pun merupakan ”keharusan”!

Aksi seakan-akan galau dan tidak bisa move-on ini, biarkanlah, kareana keberpihakan untuk si adik bungsu mutlak dilakukan. Jika yang kecil bersuara lebih keras, itu merupakan aksi sang adik yang ingin dimanja. Biarkanlah ini hanya sebentar, dan butuh dukungan. Dan jangan lebay lagi melihat aksi-aksi seperti ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun