Perubahan zaman apalagi didukung oleh kemudahan akses internet telah membawa dampak yang luar biasa. Berbagai macam model aplikasi berbasis media sosial seolah menjadi jalan tol untuk meraup keuntungan. Godaan cuan konten demi konten sering kali membelokkan kewarasan otak sehingga jauh dari etika dan moral khas ketimuran.
Konten berupa gift berbalut ngemis on line yang sekarang makin marak tidak bisa dibilang hal yang wajar. Sekarang sulit membedakan orang yang pura-pura susah dengan orang yang sungguh-sungguh susah. Akting mereka di konten itu digoreng sedemikian rupa hingga tampak pure khas orang susah.
Bahkan jauh sebelum aplikasi media sosial yang menyuguhkan audio visual  naik daun, ngemis online ini sudah sering terjadi melalui medsos sejuta umat. Banyak penggalangan dana dengan modus yang bersangkutan atau anggota keluarganya sakit keras. Setelah diselidiki ternyata fiktif belaka.Â
Sekarang, aplikasi yang didukung video sudah menjadi konsumsi segala usia. Banyak konten yang mengesampingkan etika. Sang pembuat ini seolah-olah prihatin di balik penderitaan objeknya padahal dia sangat menikmati keuntungan berkali lipat. Belum lagi jika objek videonya ini adalah golongan lansia atau penyandang disabilitas dengan narasi sedemikian rupa tentu memikat viewer.Â
Belum lagi challenge yang dibuat demi beberapa rupiah. Mereka melakukan eksploitasi pada objek terlebih dahulu, arahan sesuai skenario dan setelah dapat daya tarik dimensi yang menjual baru post. Targetnya? Semua pengguna aplikasi tersebut. Semakin terlihat miskin, teraniaya dan susah justru semakin hits. Viewer meningkat maka monetisasi lancar jaya.
Generasi IT tidak dapat disalahkan begitu saja. Konten-konten yang dibuat tentu hasil adopsi tontonan yang mereka konsumsi. Kreativitas dalam mengembangkan ide bermodal gadget dan internet patut diacungi jempol. Namun alangkah bijaksana jika konten yang disuguhkan tetap mengedepankan sisi kemanusiaan dan moralitas bangsa.Â
Zaman saiki ora obah ora mangan artinya zaman sekarang tidak bergerak tidak makan. Â Dari zaman baheula juga konsepnya begitu tapi tidak harus post konten unfaedah juga.Â
Lantas bagaimana menyikapi konten yang berisi ngemis online? Katakan tidak walau ada rasa tidak tega. Jika mereka (orang dalam konten) benar-benar membutuhkan sumbang sih apalagi terlanjur viral tentu akan ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah. Kita tidak mengajarkan pelit pada anak tapi berhati-hati dan waspada itu lebih utama. Jika ingin menyalurkan dana tentu ada link resmi penggalangan dana yang bernaung di bawah hukum. Membersamai anak dalam menggunakan media sosial tidak bisa dilepas begitu saja dengan alibi anak sudah dewasa pasti bisa memfilter dengan sendirinya. Tidak heran memang jika kiblat mereka adalah selebriti yang sukses mengumpulkan cuan dari media sosial sehingga post konten makin menjamur. Namun jika ada rem dari orang tua, setidaknya mereka dapat lebih mawas diri dalam menyampaikan pesan moral yang penuh etika.
Hidup tidak semudah tontonan yang disuguhkan dunia maya. Tidak mungkin juga generasi kita dibekali dengan kehaluan hidup enak cara instan. Kerja keras, kerja cerdas akan menghasilkan masa depan yang bagus jika moral dan etika tetap dijunjung dalam kehidupan.
IT sangat penting untuk membersamai kemajuan suatu negara. Begitu pun laju perkembangan aplikasi atau media sosial memang tidak mungkin dapat dibendung. Bijaksana dalam menggunakan internet, posting konten yang bermanfaat agar karakter bangsa yang lekat dengan budaya khas ketimuran tetap terjaga kearifannya. Terima kasih.
Kebumen, 13 Januari 2023
Penulis
Danu Supriyati, S.Si