Mohon tunggu...
Danny Prasetyo
Danny Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Menulis adalah buah karya dari sebuah ide

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok : Saya bukan Gubernur tapi CEO Jakarta

18 Juni 2016   21:53 Diperbarui: 18 Juni 2016   21:58 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menonton program Mata Najwa dengan topik Semua Karena Ahok, terdapat satu statement yang menarik dari Basuki Tjahajan Purnama atau lebih dikenal dengan nama Ahok. Statement tersebut muncul ketika sang presenter Najwa Shihab bertanya bahwa mungkin Ahok tidak cocok sebagai gubernur, dan ternyata hal tersebut diamini oleh Ahok yang menyatakan bahwa betul dirinya bukan Gubernur Jakarta tetapi CEO Jakarta. 

Jika gubernur harus memikirkan juga masalah politik, akan tetapi menjadi CEO menurut Ahok hanya memikirkan apa yang dibutuhkan oleh warga DKI Jakarta yang juga sekaligus adalah "pimpinan atau bos" Ahok, karena merekalah yang menjadi konstituennya dan bukan individu, kelompok atau parpol tertentu. 

Dari pemikiran tersebut, maka dapat dilihat bahwa hal tersebut yang mungkin melatarbelakangi mengapa Ahok ingin maju dari jalur independen dan bukan dari jalur parpol. Maju melalui independen maka dukungan yang didapat adalah dukungan yang pasti yaitu langsung dari masyarakat Jakarta. 

Maksudnya disini ialah, jika benar kelompok relawan Teman Ahok berhasil mengumpulkan target 1 juta KTP mendukung Ahok, maka saat pilkada 2017 mendatang, jumlah suara Ahok sudah dapat dipastikan minimal 1 juta suara atau kira-kira 14 % suara (asumsi pemilih DKI Jakarta sebanyak 7 juta warga). Hal itu tentu masih jumlah minimal dan pastinya dapat bertambah pada hari pemilihan nanti. 

Hal yang berbeda dengan mereka yang menjadi cagub tapi diajukan oleh parpol pendukungnya. Meski memiliki jumlah kursi banyak di DPRD DKI, akan tetapi tidak menjamin jumlah suara bagi calon gubernur yang diusung akan sesuai dengan jumlah kursi yang dimiliki oleh partai pendukungnya. 

Hal ini tidak lepas karena pemilih partai tersebut bukan hanya kader parpol tersebut tetapi juga massa mengambang yang bisa jadi sebenarnya saat pilpres 2014 lalu mendukung parpol itu karena figur capres yang akan diusung dan bisa juga bukan karena parpolnya. Hal inilah yang menyebabkan suara pemilih cagub yang diusung oleh parpol belum dapat dipastikan dibandingkan dengan Ahok melalui relawan Teman Ahok yang mengumpulkan 1 juta KTP dan mereka yang mengumpulkan KTP tentu sudah pasti akan mencoblos AHok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.

Bukan seorang gubernur tetapi CEO Jakarta merupakan statement menarik, karena tentu jika gubernur lebih seperti seorang pamong atau seseorang yang mengayomi dan menghindari konflik serta berusaha memahami semua keinginan warganya. Akan tetapi, jika menjadi CEO maka sebenarnya mandat kekuasaan berada di tangan CEO selama masa kepemimpinannya satu periode yaitu 5 tahun ke depan. 

Apapun yang dilakukan oleh sang CEO pasti untuk kemajuan sebuah perusahaan dalam hal ini DKI Jakarta khususnya warga dan masyarakatnya. Tentu dalam membuat kebijakan pasti memunculkan pro dan kontra bahkan mungkin akan terjadi gesekan dan konflik baik terhadap rekan pimpinan lainnya (legislatif atau DPRD) maupun dengan pegawainya (SKPD Provinsi Jakarta). 

Akan tetapi, apapun itu tetap saja yang dilakukan adalah demi kepentingan pemegang saham (warga DKI Jakarta) yang pada prinsipnya adalah orang-orang yang dilayani oleh sang CEO tersebut. Jika memang dianggap tidak layak untuk menjadi CEO (kembali) maka warga Jakarta dapat menurunkan sang CEO dalam RUPS (melalui Pilkada) dengan tidak memilih kembali sang CEO, namun jika sebaliknya sang CEO dianggap layak untuk melanjutkan, maka sudah seharusnya kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh RUPS (warga DKI Jakarta) lebih besar dan percaya bahwa apa yang akan dilakukan sang CEO kedepannya adalah untuk kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pribadi, kelompok ataupun kepentingan partai politik apalagi yang mendukungnya.

 Bisa jadi jika disebut gubernur nanti akan dapat diatur oleh partai pendukungnya karena dapat dianggap sebagai petugas partai, namun jika disebut CEO maka bukan petugas partai tetapi petugas rakyat.

18 Juni 2016

-dny-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun