Mohon tunggu...
Danny Prasetyo
Danny Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Menulis adalah buah karya dari sebuah ide

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbagi Kesederhanaan dalam Keberagaman

24 Desember 2021   09:57 Diperbarui: 24 Desember 2021   10:00 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"permisi... (sembari memanggil nama kami)" merupakan panggilan dari tetangga kami ketika berbagi makanan kepada kami. Seperti beberapa waktu lalu ketika di sore hari, mereka mengirimkan zupa sup dan kebetulan belum sempat memasak, karena pulang kantor, jadilah itu lauk makan malam buat kami.

Tentu hal yang sama juga kami lakukan kepada tetangga kami ini, ketika memiliki keripik singkong oleh-oleh dari adik, kami juga berbagi kepada mereka. Selain itu, juga ketika kami membeli makanan seperti pempek maupun yang lainnya, kamipun berbagi dengan tetangga kami ini.

Hal yang utama sebenarnya bukan makanan atau minumannya, namun keinginan berbagi itulah yang menjadi penggeraknya. Jenis makanan atau bahkan minuman (kami pernah juga mendapat satu botol penuh sirup jahe) merupakan jenis yang sederhana, namun ketulusan serta kerelaan berbagi itulah yang luar biasa.

Meskipun kami berbeda agama dan keyakinan, namun kerinduan untuk berbagi bukanlah sebuah penghalang. Bukankah sebagai makhluk sosial kita butuh bantuan orang lain tanpa memandang suku, agama atau perbedaan kita?

Gotong royong merupakan ciri khas yang sudah melekat dalam budaya masyarakat Indonesia. Seperti halnya ketika masa pandemi, ada bentuk gotong royong bagi warga yang harus menjalani isolasi mandiri dengan istilah "Jogo Tonggo".

Mengantar makanan maupun minuman bagi tetangga ataupun warga dalam RT yang sedang isoman itu juga merupakan hal yang sederhana. Meski demikian, itu sangat menolong bagi mereka karena selama masa tersebut tidak bisa keluar rumah sampai masa karantina selesai.

Tanpa memandang perbedaan suku maupun agama, saat menolong ataupun memberi merupakan bentuk keberagaman. Ini menjadi fondasi utama kerukunan terbentuk dalam suatu wilayah atau masyarakat yang heterogen.

Berbagi kepada sesama bukan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Namun, akan menjadi sulit, ketika kita akan berbagi maka kita sendiri memilah-milah dan hanya memberi kepada mereka yang "sama dengan kita" inilah yang menyebabkan hal yang awalnya sederhana menjadi rumit dan sulit dilakukan.

Ibaratnya, ketika yang dilihat adalah perbedaan maka sudah pasti tidak akan ada kecocokan. Bukankah justru Tuhan menciptakan kita berbeda itu untuk saling melengkapi? 

Coba kita lihat jari tangan kita, bukankah dalam satu tangan kanan tidak ada yang jarinya jempol semua atau kelingking semua? Atau tubuh kita, adakah yang semuanya mata atau semuanya telinga? Bukankah ada telinga, mata, mulut, dan yang lainnya?

Ilustrasi tubuh maupun jari tangan kita itu paling tidak dapat menjadi refleksi bagi kita bahwa setiap perbedaan justru digunakan untuk saling melengkapi. Ketika yang dilihat adalah tujuan bersamanya, maka bukan konflik akibat perbedaan itu, tetapi justru yang muncul adalah kesatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun