Mohon tunggu...
Muhamad Hamdani Syamra
Muhamad Hamdani Syamra Mohon Tunggu... -

mahasiswa, guru freelance, penulis dan pemilik Mata Pena Group

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Celoteh Anak Negeri

15 Agustus 2011   14:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:45 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu hari di sebuah sekolah dasar, ada seorang guru yang bercerita kepada anak didiknya. "Anak-anak coba dengar dan resapi kata-kata Bapak," ucap guru tersebut. Wajah polos murid-murid sekolah dasar itu menyaksikan dengan seksama kata-kata yang akan diucapkan oleh Pak Guru. "Anak-anak, kalian harus tahu bahwa negera kita ini, Indonesia, adalah negara besar yang punya kekayaan alam yang melimpah. Kita termasuk negara yang cukup kaya untuk memenuhi kebutuhan kita." Mata Pak Guru memandangi satu per satu wajah murid-murid yang mendengarkan celotehannya.

Seorang murid mengangkat tangannya ke udara. "Pak, kalau negara kita ini kaya, kenapa masih banyak orang miskin di negara ini?" Pertanyaan yang kritis keluar dari mulut salah satu murid.

Pak Guru tersenyum. Dalam hatinya dia bangga dengan pertanyaan cerdas muridnya itu. "Negara kita memang kaya akan sumber daya alam, namun kita tidak punya sumber daya manusia yang memadai. Negeri butuh lebih banyak orang pintar dan cerdas untuk membangun bangsa ini." Pak Guru mencoba menjelaskan permasalahan umum yang dihadapi oleh negara ini.

"Pak Guru, kemarin aku menonton televisi dan ada Pak Habibie. Dia bilang kalau banyak putra putri bangsa ini yang pintar dan cerdas. Mereka bahkan bekerja di perusahaan dunia yang katanya hanya mempekerjakan orang-orang cerdas didalamnya," ucap salah seorang murid lainnya. "Kalau memang Pak Habibie benar, kenapa Bapak bilang kalau negeri ini kekurangan orang-orang pintar dan cerdas?" lanjut murid perempuan itu bertanya. Pertanyaannya benar-benar polos dan lepas.

Pak Guru kembali tersenyum mendengar pertanyaan murid-muridnya. "Anak-anak memang benar sudah banyak anak negeri yang pintar dan cerdas, tapi mereka tidak ada di negeri ini. Sedangkan yang ada di negeri ini adalah orang-orang yang hanya pintar saja."

"Apa bedanya Pak, orang yang pintar dan cerdas dengan orang yang hanya pintar saja?" tanya murid lainnya.

"Orang yang pintar dan cerdas akan membagi ilmunya dan membuat perubahan yang positif. Mereka tidak akan menyengsarakan orang lain, justru orang-orang seperti itu akan membuat orang lain bertambah ilmunya. Tidak seperti orang yang hanya pintar saja. Orang-orang seperti ini lebih sering memikirkan dirinya sendiri, cenderung tamak, serakah, egois dan berpikiran sempit. Kepintaran mereka tidak digunakan untuk memintarkan orang lain, tapi justru membodohi mereka. Dan sayangnya orang-orang seperti ini yang justru banyak di negeri ini dan bahkan menguasai negeri. Mereka tidak memberi ruang bagi orang-orang yang pintar dan cerdas untuk membangun negara ini." Pak Guru memberikan penjelasan yang cukup panjang.

Keadaan menjadi hening. Murid-murid di kelas diam, mereka mencerna ucapan Pak Guru tadi. Pemikiran polos mereka mencoba menafsirkan setiap kata-kata Pak Guru. "Jadi, karena orang-orang pintar seperti mereka, negara kita tetap miskin, Pak?" tetiba terdengar pertanyaan dari pojok ruangan. Seorang murid bertanya kepada Pak Guru. "Kalau begitu, aku tidak ingin menjadi seperti mereka. Aku akan menjadi orang yang tidak hanya pintar, tapi juga cerdas." Kini murid itu mengeluarkan ucapan yang tidak hanya ditunjukkan kepada Pak Guru, tetapi juga untuk dirinya sendiri.

Kini seisi kelas menjadi riuh, murid-murid lainnya setuju dengan ucapan salah seorang temannya itu. "Ya, aku juga ga mau jadi orang yang hanya pintar saja," ucap salah satu murid.

Pak Guru kembali tersenyum. Hatinya luruh dalam kebanggaan karena memiliki murid-murid seperti ini. "Anak-anak, semoga yang kalian ucapkan hari ini menjadi kenyataan dan niat kalian tidak berubah hanya karena uang dan jabatan. Negara ini butuh orang yang pintar dan cerdas agar bangkit dari keterpurukkan. Berhentilah menjadi orang berpikiran sempit dan hanya mementingkan urusan pribadi dan kelompok sendiri," ucap Pak Guru dengan kata-kata yang sulit dipahami oleh pemikiran murid-muridnya saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun