Mohon tunggu...
Muhamad Hamdani Syamra
Muhamad Hamdani Syamra Mohon Tunggu... -

mahasiswa, guru freelance, penulis dan pemilik Mata Pena Group

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Celoteh Anak Negeri (3) : Obrolan Warung Kopi

19 Agustus 2011   14:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:38 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di sebuah warung kopi ada beberapa warga yang duduk-duduk sembari bercengkerama tentang fenomena politik yang sedang hangat untuk diperbincangkan saat ini. Ditemani secangkir kopi hangat dan makanan kecil, beberapa warga yang bercengkerama tersebut terus melanjutkan obrolan warung kopi mereka tentang berita yang dibesarkan oleh media. Lalu tetiba obrolan berhenti saat televisi merah memulai siaran mereka tentang tertangkapnya aktor dibalik kasus korupsi 'yang katanya' dilakukan untuk kepentingan partainya.

Seorang lelaki tua berusia setengah baya menyeruput kopi hitam hitamnya yang sudah berembun di bagian tutupnya. "Enak yah jadi seperti orang itu, walau sudah jadi buronan tetapi tetap dapat perlakuan sekelas bangsawan," ucap lelaki paruh baya tersebut sesaat setelah meletakkan gelas kopinya di atas meja.

"Dapat perlakuan kelas bangsawan gimana, Pak?" tanya seorang lelaki muda yang memakai tutup kepala. Lelaki itu terlalu muda untuk memahami secara gamblang kondisi nyata yang terjadi di negeri ini.

"Berapa umurmu, Nak?" tanya seorang lelaki berjenggot lebat dengan baju atasan gamis berwarna putih yang dikenakannya.

"Baru masuk delapan belas tahun, Pak." Lelaki muda itu menjawab dengan tegas. "Lalu apa yang dimaksud dengan perlakuan kelas bangsawan tadi, Pak?" Lelaki muda itu kembali bertanya kepada beberapa lelaki yang lebih senior darinya itu.

Seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan berdeham. "Jika kamu memperhatikan apa yang terjadi, lalu kamu membaca pemberitaan yang diberikan oleh media dan berfikir dengan sikap yang diambil dengan pemerintah saat ini mengenai kasus ini. Maka kamu akan menemukan jawaban yang sama dengan yang kami temukan, yaitu rasa muak," ucap lelaki berumur tiga puluh tahunan itu.

"Di negeri ini, para petinggi sudah kehilangan nurani. Kamu tahu kenapa?" ucap lelaki berkumis kepada lelaki muda tersebut.

Lelaki muda hanya menggelengkan kepalanya, logikanya belum dapat menangkap pesan yang disampaikan. "Begini, berapa banyak orang-orang miskin yang kelaparan di jalan yang ada di negeri ini? Berapa banyak anak-anak yang putus sekolah di negeri ini? Berapa banyak kesengsaraan yang dialami golongan minor di negara ini? Banyak!" ucap lelaki setengah baya menahan geram. Tangannya yang sudah sedikit berkeriput itu menggenggam cangkir kopinya dengan sedikit getar.

"Dan apa kamu tahu berapa banyak dana yang hilang di negeri ini? Sangat banyak juga. Dulu, negeri ini kehilangan banyak dana hanya untuk menyelamatkan sebuah bank kecil. Tapi dana tersebut lenyap dan hilang entah kemana. Sekarang... kejadian itu terulang lagi," ucap lelaki berkumis itu melanjutkan kata-kata lelaki setengah baya. dia meniup kecil gelas kopinya sejenak, "begitu banyak dana yang hilang dan masuk ke dalam kantong pribadi golongan elit. Dana yang seharusnya bisa meringankan beban orang-orang miskin di begeri ini, justru hilang dan menguap sia-sia," lanjutnya.

Lelaki muda itu diam mendengarkan setiap kata-kata yang keluar dari mulut senior-seniornya itu. Kepalanya mencerna kalimat-kalimat yang meluncur dari lelaki yang lebih matang dari segi fisik dan pemikirannya.

"Dan sekarang? Uang rakyat harus kembali dihamburkan hanya untuk menjemput seorang yang bersalah. Ini keterlaluan!!" ucap lelaki berkumis seraya menghentak meja dengan cangkir kopinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun