Mohon tunggu...
Muhamad Hamdani Syamra
Muhamad Hamdani Syamra Mohon Tunggu... -

mahasiswa, guru freelance, penulis dan pemilik Mata Pena Group

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Celoteh Anak Negeri (2): Makna Nasionalisme

16 Agustus 2011   12:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:44 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

di sebuah siang hari yang terik, di dalam sebuah kelas terjadi perbincangan antara guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila. Sang Guru sedang menjelaskan perihal makna Nasionalisme. "Saya mau tanya, apa yang kalian ketahui mengenai nasionalisme?" tanya Ibu Guru kepada murid-murid sekolah menengah pertama yang ada di hadapannya.

Semua murid dalam kelas berbisik-bisik. Mereka melakukan diskusi pribadi dengan teman satu meja, kadang memutarkan badannya ke belakang untuk mengadu isi pikiran dengan teman yang ada di meja belakang. "Nasionalisme itu adalah sifat kecintaan seseorang terhadap negara dan bangsanya, Bu." Seorang murid perempuan mengibaskan tangannya ke udara. Seketika perhatian seisi kelas mengarah kepadanya.

"Bagus, lalu apa bukti seseorang memiliki rasa nasionalisme dalam dirinya?" tanya Bu Guru kembali kepada murid-murid di dalam kelas. Satu per satu wajah murid-murid itu dipandangi oleh Bu Guru, menerka apa yang ada di dalam pikiran murid-murid sekolah menengah pertama itu.

Seorang murid lelaki berkulit coklat matang mengankat telunjuk tangannya ke udara. "Wujud dari nasionalisme kita harus membeli dan menggunakan barang-barang asli buatan Indonesia, Bu Guru. Dengan membeli dan menggunakan produk-produk lokal, disamping kita mewujudkan rasa nasionalisme, kita juga turut membantu perekonomian negara ini," ucap murid lelaki yang juga murid terpintar dalam berargumentasi di kelas.

Mendengar penjelasan salah satu muridnya, Ibu Guru tersenyum kecil. Dia mengulum bibirnya sedikit. "Apa yang kamu jelaskan tadi tidaklah salah," ucap Bu Guru kepada murid lelaki tadi. "Tapi makna nasionalisme lebih tinggi dan lebih besar dari apa yang kamu sebutkan tadi."

"Lalu, apa seperti apa nasionalisme yang sebenernya, Bu Guru?" tanya seorang murid perempuan yang duduk di barisan paling depan. Bola matanya membulat dan memancarkan sinar keingintahuan yang sangat kuat.

Ibu Guru menghela nafasnya sejenak, mengumpulkan oksigen dalam rongga pernafasannya sebelum memberikan jawaban bagi murid-muridnya ini. "Anak-anak, kalian tahu bagaimana kondisi bangsa kita saat ini?" ucap Bu Guru memberikan pertanyaan kepada murid-muridnya.

"Saat ini bangsa kita sering diremehkan, Bu Guru," ucap salah seorang muridnya. "Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang korup," timpal murid lainnya yang duduk di barisan pojok di dekat jendela. "Bangsa kita di kenal sebagai bangsa yang suka membajak karya orang lain," sahut murid lainnya.

Suasana kelas mendadak riuh dengan celotehan murid-murid yang sebagian besar menyebutkan kondisi negatif yang sedang di alami oleh bangsa ini. Ibu Guru memperhatikan dan mendengarkan satu per satu ucapan dan tanggapan murid-muridnya itu. "Baik... baik... sekarang kalian tenang dulu," ucap Bu Guru mencoba menenangkan keriuhan yang terjadi. Secara berangsur-angsur suasana kelas menjadi tenang dan murid-murid kembali coba mendengarkan penjelasan Ibu Guru dengan seksama. "Jadi, yang kalian ucapkan tentang kondisi bangsa ini di mata dunia tadi tidak sepenuhnya salah. Tapi tidak juga sepenuhnya benar." Bu Guru menatap ke seluruh muridnya. "Saat ini memang bangsa kita sedang terpuruk, nama bangsa ini jelek di mata negara lain di dunia. Tapi kita sebagai bagian dari bangsa ini jangan sampai ikut-ikutan menjelek-jelekkan bangsa ini. Dalam kondisi apapun, sejelek apapun keadaan bangsa ini dan seburuk apapun nama bangsa ini dimata dunia. Kita harus tetap bangga dan percaya bahwa bangsa ini akan bangkit dari keterpurukkan. Itulah makna nasionalisme yang sebenarnya. Kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia tidak boleh hilang, tetapi kebanggaan yang kita miliki juga jangan sampai hanya sebuah kebanggaan buta yang hanya membanggakan sesuatu yang buruk tapi tidak berusaha untuk merubahnya. Nasionalisme yang sebenarnya baru bisa dibuktikan ketika kita mampu berkata 'Ya, inilah bangsaku. Dan aku bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia' dan berusaha serta berupaya dengan gigih memperbaiki nama, citra dan kondisi bangsa ini agar menjadi lebih baik."

Keadaan menjadi hening. Murid-murid mencoba meresapi kata-kata yang diucapkan oleh Bu Guru. Seorang murid mengacungkan tangannya. "Aku bangga menjadi bangsa Indonesia, Bu Guru." Murid perempuan itu mengucapkan kata-kata itu dengan lantang dan tidak ada keraguan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun