Mohon tunggu...
Ali Mahfud
Ali Mahfud Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, politik, sepak bola, dan penikmat es kelapa muda

Alam butuh keseimbangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akar Masalah Rendahnya Kualitas Pendidikan Kita yang Luput dari Nadiem Makarim

1 Desember 2019   14:54 Diperbarui: 1 Desember 2019   14:56 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berganti rezim, berganti menteri, pemerintah selalu dan hampir pasti mengubah atau sekedar menyempurnakan kurikulum pendidikan. Mereka dan umumnya penduduk negeri ini, sepertinya termasuk juga saya, merasa rendahnya kualitas pendidikan kita disebabkan oleh kurikulum yang tidak tepat. Kurikulum yang tidak mengena terhadap kebutuhan dan keadaan siswa. 

Menteri pendidikan terbaru, Nadiem Makarim, bahkan bermaksud merevisi (atau bahkan bisa jadi mengubah) kurikulum 13 yang sudah berjalan setidaknya kurang lebih selama 5 tahun. 

Di banyak kesempatan Nadiem Makarim sering mengkritisi beban administrasi guru yang terlalu tinggi, dalam hal ini saya sangat sependapat dengan beliau, yang sejatinya tidak begitu relevan dengan capaian keberhasilan pembelajaran di kelas. 

RPP yang disusun terlalu ribet, bahkan dengan tatanan kalimat yang bertele-tele. 

Itu salah satu hal yang disoroti Pak Menteri. 

Namun, sejauh ini tidak ada satupun pakar pendidikan atau Nadiem Makarim sendiri yang menyinggung soal kualitas udara yang dihirup oleh siswa. Padahal hal ini sangat penting dan tidak dapat diabaikan. 

Di beberapa wilayah, ada sekolah yang karena kekurangan fasilitas terpaksa atau dengan sengaja (demi mengejar target dana BOS) menampung siswa melebihi kapasitas ruangan. Untuk ukuran yang sejatinya di isi oleh 20 siswa, misalnya, sekolah memaksa mengisinya dengan siswa melebihi jumlah maksimal tersebut. Alasannya klise, jumlah ruangan tidak memenuhi untuk menampung seluruh siswa yang ada.

Di Finlandia, ada peraturan yang sangat jelas tentang berapa banyak siswa yang boleh berada di satu ruangan. Apa fungsinya?

Dalam buku Teach Like Finlandi karya Timothy D. Walker disebutkan bahwa secara ilmiah pembelajaran dan pencapaian siswa sangat dipengaruhi lingkungan tempat pembelajaran itu terjadi. 

Kualitas udara yang baik bisa mempengaruhi kinerja seseorang yang bekerja di dalam ruangan.

Bayangkan jika dalam satu ruangan yang penuh oleh siswa, semua siswa secara bersama-sama menghirup oksigen dan dalam waktu bersamaan mereka juga menghebuskan karbon  dioksida. Karbon dioksida yang tinggi, masih dari sumber buku yang sama, berbanding terbalik dengan kualitas oksigen. Artinya, semakin banyak orang yang menghembuskan karbon di dalam kelas tentu akan menurunkan kinerja otak. Karena otak hanya memerlukan oksigen, bukan karbon yang jelas sekali menghambat kinerjanya.

Untuk itu memberi kesempatan pada anak berada di luar kelas itu penting. Sangat penting. Hal ini dikarenakan kualitas udara di luar ruangan/kelas lebih sejuk dan baik dibandingkan kualitas di dalam ruangan. Apa lagi jika ruangan tersebut penuh oleh siswa. Karena udara yang baik akan juga mempengaruhi daya konsentrasi anak.

Atau bila perlu guru bisa membuka jendela selama proses belajar sehingga memungkin udara segar dari luar masuk memenuhi ruang kelas. Atau setidaknya karbon yang ada dalam ruangan bisa terkirim keluar melalui jalur ventilasi ruangan: jendela.

Terkait hal ini, perbandingan kualitas udara (oksigen) dengan luas ruangan dan jumlah siswa di dalam kelas, tidak pernah disinggung, sejauh ini, oleh menteri pendidikan atau pun diusulkan oleh persatuan guru (IGI) untuk mendapatkan perhatian khusus. Padahal jika ini benar-benar diperhatikan pemerintah sudah banyak menghemat anggaran untuk perbaikan kualitas pendidikan. Karena tuhan memberikan oksigen kepada kita secara cuma-cuma.  Gratis. Tanpa proses lelang atau administrasi ribet yang membebani siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun