Film ini dianggap legend karena proses syuting tersebut amat berat. Para aktor diberi kamera dan menyusuri hutan sendiri-sendiri.
Selain itu, para aktor mengira jika warga lokal yang mereka wawancarai adalah warga lokal asli. Padahal warga lokal itu adalah figuran yang disewa oleh sutradara film yakni Daniel Myrick dan Eduardo Sanchez.
Selain itu, dua sutradara tersebut memang iseng. Ketika para aktor tengah istirahat di dalam tenda, sang sutradara mengelilingi tenda dan menginjak ranting pohon.Â
Ranting tersebut kemudian dilemparkan ke segala penjuru. Hasilnya ketiga aktor tersebut terbangun dan langsung menyalakan kamera. Ketakukan ketiganya memang asli karena ulah sutradara.
Dengan trik tersebut, tidak heran jika film ini dinilai menyeramkan. Ditambah lagi tim marketing The Blair Witch sangat kreatif.
Salah satunya merilis situs blairwitch.com banyak warganet yang berbondong-bondong mengunjungi situs tersebut. Banyak yang percaya bahwa bahwa apa yang terdapat dalam situs itu menunjukkan jika Blair Witch ada.
Ada juga yang menyebut jika pelakunya adalah warga lokal. Ada juga yang percaya jika itu semua bohong. Terlepas dari itu, yang jelas The Blair Witch Projeck semakin dikenal.
Setelah film itu tayang, penonton sadar jika itu semua hanya fiksi belaka. Namun, kemampuan sutradara dan tim marekting sangat brilian menarik banyak penonton.
Selain itu, pembuatan film dengan teknik found footage minim budget. The Blair Witch mengeluarkan biaya produksi sebesar 60 ribu dolar dan meraup untung 240 juta dolar.
The Blair Witch Project bukan film horor pertama yang memakai teknik found footage. Tapi sejarah mencatat Canibal Holocaust adalah film pertama yang memakai teknik ini.
Lalu, apa sih yang membuat film horor tetap menarik meski sering membuat bulu kuduk berdiri hingga jantung terasa mau copot? Ternyata ada alasan psikologis yang membuat orang tertarik menonton film horor.