Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Bisakah Kita Hidup Lebih Bahagia Tanpa Media Sosial?

5 Mei 2021   21:37 Diperbarui: 6 Oktober 2021   07:01 4672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media sosial membuat kita kerap membandingkan pencapaian saya dengan orang lain| Sumber: bowie15 via Kompas.com

Setiap orang pastinya mengabadikan pencapaian dalan hidupnya di laman media sosial. Entah itu perihal asmara, karier, pendidikan, atau gaya hidup yang mewah. 

Ilustrasi orang-orang sedang asyik bermain media sosial tanpa memerhatikan lingkungan sekitar. Sumber foto: topcareer.id
Ilustrasi orang-orang sedang asyik bermain media sosial tanpa memerhatikan lingkungan sekitar. Sumber foto: topcareer.id

Disadari atau tidak, hal tersebut hanya akan membuat kita membandingkan kehidupan kita dengan orang lain, atau biasa disebut dengan social comparison. 

Itulah yang saya rasakan waktu itu, ketika teman-teman saya membagikan gaya hidupnya yang mewah, saya justru merasa minder. Akhirnya saya hanya bisa membandingkan kehidupan saya dengan orang lain. 

Kehidupan orang lain yang mewah, asyik, dan diisi dengan kegiatan anak muda bisa dibilang berbanding terbalik dengan kondisi saya yang memang tidak bisa melakukan itu.

Akhirnya hal itu hanya membuat saya merasa benci dengan gaya kehidupan mewah yang dipamerkan di media sosial. Terkadang saya berpikir, saya harus berpikir dua kali untuk melakukan itu. 

Itu karena saya tahu, untuk melakukan gaya hedonisme tidak mungkin dilakukan oleh saya. Alasannya karena saya tahu susahnya mencari uang itu seperti apa. Tetapi ada segelintir orang yang katakanlah tidak terlalu bekerja keras justru memerkan sesuatu yang tidak perlu. 

Akhirnya saya hanya membandingkan pencapaian saya dengan orang lain. Ketika teman saya memamerkan pencapaian dalam hidupnya, entah itu karier maupun kehidupan mewah, saya merasa gagal. 

Bukan berarti saya merasa iri, terkadang orang-orang yang memamerkan gaya kehidupan hedonisme berlindung di balik kata "untuk memotivasi orang lain agar kerja keras". 

Padahal faktanya hal itu keliru. Tidak semua orang bisa mencapai taraf kehidupan seperti itu, bahkan ada yang bekerja dari pagi sampai malam penghasilannya tidak seberapa. 

Toh mereka sudah bekerja keras, kerja pun melebihi waktu biasa. Tapi nyatanya apa yang didapat? Yang ada adalah ketika melihat seseorang pamer kekayaan ada rasa ngenes, kok bisa gitu dia kerja cuma ini itu, sedangkan saya harus banting tulang begini-begini saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun