Ocehan-ocehan tetangga terkadang menganggu. Apalagi jika sudah menyangkut karier. Seseorang apalagi lelaki di mana kariernya tersendat pasti akan menjadi bahan ocehan tetangga.Â
Ucapan-ucapan yang menjatuhkan mental kerap kali muncul. Padahal untuk urusan pribadi, entah itu karier, pernikahan, sepenuhnya urusan kita sendiri.Â
Lebih jauh dari itu, terkadang ada satu ucapan yang mengaitkan ini dengan takdir. Garis tangan keluarga. "Ya wajar toh dia begitu kariernya pas-pasan, toh keluarganya juga sama nasibnya. Gak akan jauh".Â
Perkataan tersebut seakan-akan kita harus pasrah dengan takdir. Segala sesuatu rasanya sudah ditentukan dari sana. Tetapi melupakan usaha dan kerja keras.Â
Budaya masyarakat kita yang memang tidak individualistis menyebabkan ini semua. Urusan kita terkadang menjadi urusan orang lain. Terkadang kita dituntut untuk memenuhi standar yang seakan-akan telah ditetapkan di masyarakat.Â
Contohnya, ketika selesai pendidikan idealnya melanjutkan kerja, kemudian masuk ke jenjang pernikahan, setelah menikah punya anak, dan seterusnya.
Jika itu tidak sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan di lingkungan masyarakat, maka akan menjadi gonjang-ganjing dan obrolan di masyarakat.Â
Padahal setiap orang mempunyai garis waktu untuk mengapai sesuatu. Tuntutan tersebut tidak bisa disematkan kepada setiap orang.
Karena pada dasarnya semua orang mempunyai proses tersendiri dalam mencapai tujuan hidupnya. Dan setiap orang tidak sama tentang proses ini, ada yang cepat ada yang bejalan perlahan.
Lalu bagaimana cara menyikapinya? Simpel saja, bagi saya setiap orang mempunyai kebebasan berpikir. Melalukan penilaian terhadap sesuatu dan sebagainya, termasuk menilai diri kita. Itu adalah hal yang tidak bisa diganggu gugat.Â
Kita juga tidak bisa dalam memenuhi kebutuhan hidup harus didasarkan pada tuntutan masyarakat. Meskipun manusia makhluk sosial, tetapi adakalanya kita bisa menjadi makhluk individu.Â