Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hadiah untuk Hari Kartini, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

21 April 2021   08:02 Diperbarui: 21 April 2021   10:38 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah massa melakukan unjuk rasa agar disahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Anatara Foto/Hafidz Mubarak (kompas.com)

Pada akhirnya, kekerasan seksual adalah satu-satunya kejahatan di mana korban disalahkan. Korban dijadikan kambing hitam atas terjadinya perbuatan tersebut dengan berbagai alasan.

Belum lagi sering muncul pernyataan, “jika tidak mau ya lawan, jika diam saja berarti melayani”. Perkataan tersebut jelas tidak beretika, sangat tidak bisa ditoleransi. Bukannya tidak mau melawan, tetapi secara psikologis korban kekerasan seksual akan mati rasa, itu sebabnya mereka diam.

Di dalam RUU PKS kekerasan seksual dikategorikan menjadi sembilan. Di antaranya pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Di dalam RUU tersebut, kekerasan seksual digolongkan ke dalam bentuk tindakan fisik dan non fisik (verbal) yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain merasa terintimidasi, direndahkan, atau dipermalukan.

Poin yang terpenting bagi saya adalah bentuk non fisik alias verbal. Publik seharusnya mendapatkan edukasi terkait ini. Pelecehan secara verbal dianggap lumrah oleh masyarakat kita. 

Contoh yang paling kecil adalah bersuit dengan mata genit, menatap seorang wanita dengan penuh hasrat. Kebanyakan masyarakat kita yang menganggap perbuatan tersebut adalah hal yang lumrah.

Padahal tidak sedikit perempuan yang merasa risih, terintimidasi, dipermalukan, dan direndahkan. Perempuan seolah-olah hanya sebagai objek pemuas nafsu berahi laki-laki.

Hal sekecil itu seharusnya sudah masuk ke dalam pelecehan terhadap kehormatan perempuan. Tetapi, pelecehan baru dianggap terjadi apabila sudah dalam bentuk fisik alias tindakan, itulah yang terjadi saat ini. 

Kurang adanya edukasi publik yang membuat persepsi itu bertahan sampai sekarang. Kebanyakan orang berpikir bahwa pelecehan itu benar-benar tejadi apabila sudah dalam bentuk fisik atau tindakan. 

Perlindungan terhadap korban

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, dalam kasus kekerasan seksual, perempuan dipadang sebagi pemicu terjadinya kejahatan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal perempuan adalah korban yang sejatinya memang harus dilindungi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun