Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Akal Sehat dari Radikalisme

30 Maret 2021   23:44 Diperbarui: 31 Maret 2021   05:28 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi radikalisme. Media Indonesia 

Tidak ada yang salah dengan menuntut perubahan, tetapi cara yang digunakan seringkali tidak tepat. Perubahan yang dikehendaki seringkali dibarengi dengan ancaman kekerasan kepada masyarakat, menimbulkan kekacuan dan teror, maka dari radikalisme itu lahirlah terorisme. 

Jika awal radikalisme hanya ada dalam dunia politik, kini beralih ke dalam sosial keagamaan. Orang-orang ini biasanya menafsirkan agama dengan kaku, sehingga konsekuensinya jika tidak sejalan dengan pemahaman mereka akan dianggap salah.

Radikalisme juga muncul karena hendak kembali pada kejayaan masa lalu, misalnya dalam menegakkan satu pemerintahan dalam satu sistem tertentu, kemudian pihak-pihak yang tidak setuju akan itu dianggap thagut, atau dzalim, dan halal darahnya.

Untuk itu, dalam menafsirkan satu ayat kitab suci jangan hanya mengacu secara tekstual semata, tetapi harus dilihat secara konteksnya, apakah itu relevan untuk diterapkan atau tidak.

Misalnya dalam hal demokrasi langsung, demokrasi langsung pada saat ini tidak bisa diterapkan sama dengan zaman Yunani kuno yaitu mengumpulkan masyarakat dalam satu forum dan menyuarakan pendapatnya di sana. 

Jika kita artikan demokrasi langsung secara tekstual, maka akan sulit untuk keadaan saat ini mengingat luasnya wilayah suatu negara dan banyaknya rakyat, tidak mungkin mengumpulkan rakyat dalam satu lapangan luas. 

Oleh sebab itu, demokrasi langsung kini konteksnya berubah, yaitu rakyat memilih secara langsung  para wakilnya di parlemen dengan jalan demokrasi, yaitu pemilu. Meskipun mengalami perubahan, tetapi kontek tetap demokrasi langsung tidak hilang, tetapi mengalami penyesuaian. 

Sama halnya dengan konsep jihad, alasan para terorisme melakukan bom bunuh diri adalah jihad atau perang di jalan yang benar. Jika kata jihad tersebut hanya diartikan secara tekstual maka yang terjadi adalah ancaman teror semata.

Tetapi apakah dari konteksnya perbuatan semacam itu termasuk ke dalam jihad? Jelas tidak, kondisi negara  kita tidak sedang berperang melawan apapun, kondisi negara kita damai, maka secara konteks penerapan jihad dengan jalan seperti itu adalah salah. 

Konteks jihad saat ini bukanlah seperti itu, menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya adalah jihad untuk saat ini, melawan hawa nafsu, keserakahan dalam diri kita adalah jihad yang sesungguhnya.

Konteks jihad atau perang itu sendiri tidak semata-mata hilang, tetapi disesuaikan dengan kondisi sekarang. Maka itulah esensi jihad untuk saat ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun