Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Artidjo Alkostar, Sosok Hakim yang Disegani Koruptor

1 Maret 2021   13:07 Diperbarui: 1 Maret 2021   13:39 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia hukum Indonesia kembali berduka, setelah maskot atikorupsi Nurdin Abdullah ditangkap oleh KPK terkait dugaan korupsi, kini Indonesia kehilangan penegak hukum yang disegani para koruptor, ya beliau adalah Bapak Artidjo Alkostar, mantan Hakim Agung yang kemudian purnatugas pada tahun 2018.

Kondisi pandemi nyatanya tidak menurunkan peluang untuk melakukan korupsi, hal ini bisa kita lihat dari rentetan OTT yang dilakukan oleh KPK mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Artidjo dan koruptor memang tidak dapat dipisahkan, hal ini karena putusan-putusannya yang dinilai berani terhadap para koruptor.

Dengan putusan yang berani terhadap para koruptor tersebut, maka pada saat itu para tikus berdasi akan berpikir dua kali ketika akan mengajukan kasasi di Mahkamah Agung jika hakim yang akan memimpin persidangan adalah Artidjo Alkostar, hal ini karena Artidjo memberikan putusan yang tegas terhadap para koruptor bahkan memberikan pemberatan dari putusan sebelumnya.

Beberapa koruptor yang pernah mengajukan kasasi di Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Artidjo, justru putusannya lebih berat. Sebut saja Lutfi Hasan Ishaaq, pada saat itu ditingkat kasasi hukuman yang diterima oleh Presiden PKS itu menjadi 18 tahun dari yang sebelumnya 12 tahun.

Politikus partai Demokrat Angelina Sondakh juga mengalami hal yang sama, sebelumnya Angelina divonis hukuman 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saat itu putusannya bertambah menjadi 12 tahun penjara beserta denda 500 juta kepada Sondakh.

Politikus partai Demokrat lain yang mengalami nasib serupa adalah Anas Urbaningrum, pada tahun 2015 MA menolak kasasi mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. Saat itu justru hukuman yang diterima anas menjadi lebih berat dari yang sebelumnya 7 tahun penjara menjadi 14 tahun penjara. Dan yang memberikan putusan tersebut tidak lain adalah Artidjo Alkostar.

Dengan rentetan putusan tersebut, setiap orang yang akan mengajukan kasasi ditingkat MA, maka akan berpikir dua kali jika majelis hakim yang memimpin adalah Artidjo Alkostar. Dosen saya pun yang kebetulan advokat berbagi pengalamannya, ketika kliennya meminta untuk kasasi, beliau selalu melihat dulu siapa hakim yang akan memimpin, jika Artidjo, sebaiknya jangan mengajukan kasasi katanya, nanti bisa diperberat. Sudah terima aja, begitu katanya.

Di sisi lain itulah yang kita butuhkan, ketegasan seperti itu yang kita harapkan. Di tangan Artidjo tingkat kasasi seakan-akan menjadi horror bagi para koruptor. Mungkin dalam hatinya para koruptor tersebut berkata, kapan ya Pak Artidjo pensiun, ya mungkin, dan benar saja setelah Artidjo pensiun jusru terjadi anomali.

Dilansir dari CNN Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sekitar 20 koruptor mendapat keringanan hukuman Mahkamah Agung (MA),baik ditingkat kasasi maupun peninjauan kembali (PK), sepanjang 2019-2020. Mereka berasal dari kalangan politisi, kepala daerah, birokrat, hingga penguasaha.

Terbaru, MA mengurangi hukuman tiga terpidana korupsi pada tingkat PK. Mereka adalah Sugiharto dan Irman, mantan pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri yang terjerat korupsi pengadaan e-KTP dan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat.

Tentunya itu menjadi anomali, tingkat kasasi dan PK sudah tidak angker lagi setelah Artidjo pensiun. Padahal putusan-putusan Artidjo yang sebelumnya bisa dijadikan yurisprudensi sebagai acuan untuk memberatkan para koruptor, tetapi hal itu tidak terjadi. Mungkin ada jurang integritas yang jauh antara Artidjo dan hakim setelahnya.

Apa yang ditabur oleh Artidjo sebelumnya tidak diteruskan, patut disayangkan memang. Apalagi jika melihar tren OTT saat pandemi. Ketegasan untuk para napi koruptor sangat dibutuhkan, jika saja Artidjo masih bertugas, mungkin saja hukuman mati bisa dijatuhkan, karena korupsi pada saat pandemi, yang mana pandemi tersebut menjadi bencana nasional bahkan global.

Penulis sendiri pernah sekali bertemu dengan Alm. Artidjo ketika masih kuliah, pada saat itu 2017 kebetulan kampus saya mengundang Artidjo dan memberikan Orasi Ilmiah dalam rangka Lustrum VII dan Dies Natalis ke-35. Judul dari orasi ilmiah tersebut adalah "Peran Pendidikan Tinggi Dalam Pemberantasan Korupsi dan Penegakkan Hukum yang Berkeadilan"

Judul Orasi Ilmiah Artidjo Alkostar. Dokumen Pribadi
Judul Orasi Ilmiah Artidjo Alkostar. Dokumen Pribadi

Namun sayangnya, saat itu saya tidak dapat mengambil gambar dengan beliau, karena setelah orasi selesai beliau langsung berangkat, di tengah kesibukannya sebagai hakim MA, beliau masih sempat menyempatkan untuk hadir, meskipun kampus saya bukanlah kampus yang tenar bukan juga kampus negeri.

Tetapi naskah orasi ilmiah tersebut masih saya simpan hingga saat ini, sudah empat tahun setelah itu naskah tersebut masih ada. Mungkin Pak Artidjo telah pergi, tetapi spirit beliau dalam menegakkan hukum harus tetap hidup dan dilanjutkan, Pak Artidjo memberikan contoh kepada kita bahwa tidak ada kompromi dengan koruptor, dan itu yang harus tetap kita pertahankan. Selamat jalan Pak Artidjo, semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun