Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS Ditarik dari Proglenas, Ada Apa dengan Yang Mulia DPR?

2 Juli 2020   11:35 Diperbarui: 2 Juli 2020   11:39 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Padahal ini sangat penting bagi korban, adanya hak-hak tersebut memungkinkan kejadian yang sama tidak akan terjadi. Tetapi peristiwa sudah menunjukkannya, kejadian di atas merupakan pengulangan dari kejadian pertama, akan berbeda jika RUU PKS ini disahkan. Mungkin saja kejadian yang dialami kasus di atas tidak akan terulang.

Perkosaan yang dialami oleh perempuan tentunya sangat merugikan. Padahal sekali lagi di dalam RUU PKS ini diatur mengenai pemulihan korban, yang diatur dalam Pasal 27 yang meliputi pemulihan fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan budaya, serta restitusi.

Dari segi fisik tentunya korban pasti tersakiti, apalagi jika dibarengi dengan kekerasan, belum lagi beban yang akan timbul bagi korban jika perkosaan yang dia hadapi mengakibatkan kehamilan tentunya itu akan membuat korban merasa malu apalagi di lingkungan sosial. Mengingat kehamilan itu tidak diinginkan. Jadi jika melihat hak-hak korban dalam RUU PKS ini sudah sepantasnya korban mendapatkan hak itu. Perkosaan hanyalah bagian kecil dari tindakan kekerasan seksual.

Dalam RUU PKS ini memberikan definisi yang luas mengenai kekerasan seksual yang meliputi setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, serta paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik.

Kita lihat definisi tersebut begitu luasnya, orang yang bersiul dengan tatapan yang tidak sopan kepada perempuan bisa saja sebagai perbuatan yang merendahkan perempuan, perbuatan tersebut masih saja dianggap hal yang biasa oleh masyarakat kita, padahal perbuatan tersebut sangatlah merendahkan wanita yang seakan-akan dijadikan objek pelampisan seksual belaka.

Masih banyak kasus yang menimpa perempuan lainnya, tidak hanya kasus yang saya contohkan di atas, publik tentunya masih ingat dengan perjuangan Baiq Nuril yang sejatinya adalah korban kekersan seksual oleh atasannya, tetapi apa yang terjadi? Baiq Nuril malah masuk bui karena membocorkan percakapan yang tidak patut itu, dengan perbuatan itulah Baiq Nuril malah masuk bui. Bahkan upaya mencari keadilan oleh Baiq Nuril sampai kepada Amnesti Presiden.

Kita semua berharap tidak akan adala lagi Baiq Nuril dan perempuan-permpuan bernasib malang lainnya. Jadi tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menarik RUU ini dari prolegnas. Seharusnya DPR tahu mana yang menjadi kebutuhan masyarakat dan yang tidak, jangan di balik, jangan undang-undang yang masyarakat tidak butuh justru dikebut pengerjaannya agar segera disahkan, bukankah DPR adalah wakil rakyat, mengapa DPR sendiri tidak tahu apa yang dibutkan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun