Mohon tunggu...
Dani Lewis
Dani Lewis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pascal's Wager

8 Mei 2018   01:26 Diperbarui: 10 Mei 2018   22:18 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal Blaise Pascal, salah satu ilmuwan besar abad 17 asal Prancis dengan kontribusi yang luar biasa terhadap pengembangan sains alam, matematika, dan filosofi? Sejak usia muda Pascal sudah memperlihatkan status prodigy-nya dengan produktifitas karya saintifik yang tinggi. Salah satu karya monumentalnya adalah mengembangkan teori probabilitas dalam disiplin ilmu matematika yang aplikasinya sangat bermanfaat di berbagai bidang seperti uncertainty, risk, pengambilan keputusan, dll.

Namun sayangnya, setelah mengalami berbagai peristiwa tragis, terutama dengan meninggalnya sang ayah, Pascal mengubah haluan dengan mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk menjadi seorang katolik yang taat. Sejak saat itu produktifitasnya di bidang sains jadi menurun drastis.

Karya2 Pascal selanjutnya hanya berkutat di bidang filsafat agama, salah satunya yang paling mahsyur adalah Pascal's wager (alias Perjudian Pascal), yang menggabungkan teori probabilitas dan filsafat agama. Pascal's wager ini dianggap sebagai justifikasi saintifik bagi kaum beriman (theis) dan memiliki sejarah panjang sebagai senjata utama yang sering digunakan untuk menyerang kaum atheis/skeptic.

Apa isi dari Pascal's wager? Well, tanpa perlu menerangkan panjang lebar, thesis utama dari teori ini bisa dipahami hanya dengan melihat Table kontingensi yang menjadi ilustrasi tulisan ini. Secara ringkas teori ini menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan keputusan untuk percaya/tidak percaya akan keberadaan tuhan, maka manusia pada dasarnya membuat taruhan atas kebenaran dari posisi yang diambilnya. Dan menurut Pascal, posisi taruhan yang selalu aman (superior) buat si petaruh adalah jika dia meletakkan taruhan di posisi “percaya” alias masuk kelompok kaum beriman. Karena jika dia benar (bahwa jika ternyata tuhan ada) maka jackpot-nya adalah hidup bahagia selama2nya di surga, sedangkan jika salah maka dia tidak mengalami kerugian apa pun (juga tidak untung). Sebaliknya, jika seseorang memilih menjadi atheis dan ternyata dia salah (bahwa tuhan benar-benar ada), maka taruhannya jika adalah siksa neraka selama-lamanya; dan bila pun ternyata kaum atheis benar, mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Jadi, seorang yang rasional menurut Pascal akan selalu memilih menjadi seorang theis/beriman, karena potensi kerugian dengan menempatkan taruhan di posisi atheis sangat jauh lebih besar.  

Setelah memahami thesis utama dalam Pascal’s wager kita akan menemukan setidaknya 3 cacat logika di dalamnya:

1. Pascal tidak menspesifikasi tuhan yang mana yang dia masukkan dalam pertaruhan ini, apakah tuhan yang dia maksud itu Yahwe, atau kah Elohim, atau kah Allah, atau kah Yesus, atau kah Zeus atau kah Lionel Messi? (spoiler alert: saya baru saja mendapatkan wahyu bahwa Messi adalah Tuhan semesta alam yang sebenarnya). Pascal terlalu naif dalam membuat pilihan posisi taruhan menjadi klasifikasi binomial, yaitu posisi "percaya" vs "tidak percaya" akan keberadaan tuhan. Bahkan dalam satu agama kristen saja, misalnya, di dalamnya ada banyak denominasi yang menunjukkan perbedaan persepsi akan tuhan mereka masing-masing. Dalam islam, allahnya sunni berbeda jauh dengan allahnya syiah (sampai harus bunuh-bunuhan untuk membuktikan mana persepsi yang paling benar). Jadi bertaruh dengan posisi "percaya" saja tidak lah cukup, si ‘bandar taruhan’ akan meminta kita untuk lebih spesifik dalam menentukan posisi, di tuhan yang mana taruhan kita pasang. Konskuensi selanjutnya kita bisa melihat kesalahan kalkulasi probabilitas yang dilakukan Pascal. Probabilitas menang taruhan tidak lagi 50%, melainkan jauh di bawah angka itu.

2. Pascal mungkin ilmuwan besar di bidang matematika dan fisika, tapi jelas teori Pascal's wager menunjukkan bahwa dia bukanlah ahli psikologi. "Percaya" dan "tidak percaya" bukanlah sebuah pilihan, setidaknya bagi mereka yang jujur secara intelektual. Ketika kita mengetahui sebuah fakta, kita tidak bisa meng-"undo" pengetahuan itu. Ketika saya mengetahui Barcelona kalah dan tersingkir dari Liga Champions saya tidak bisa membatalkan pengetahuan saya tentang fakta yang tidak menyenangkan ini. Kecuali jika saya memutuskan untuk hidup di "alam alternatif" dengan risiko menderita sakit cognitive dissonance secara terus menerus. Kebanyakan orang yang memutuskan untuk hidup seperti ini akan tersingkir dari grup manusia bermental sehat.

3. Memasukkan taruhan (wager) ke posisi "percaya" bukannya tanpa konskuensi alias tidak gratis. Kita harus 'membayar' opportunity cost di dalamnya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diklaim sebagai tuntunan tuhan. Dari sini kemudian perilaku dan gaya hidup kita akan mencerminkan kepercayaan/ideologi kita yang kita miliki. Sayangnya, ideologi agama bukanlah tuntunan ideal untuk mengoptimalkan kondisi well-being dan human flourishing. Hal ini disebabkan nilai agama terbentuk dari proses otoriter dari sebuah figur atau kumpulan cerita fiksi yang sejak awal menggunakan mekanisme defence sekaligus offence yang melindungi (dari) sekaligus memberangus setiap usaha investigasi untuk memverifikasi kebenarannya. Nilai agama tidak terbentuk dari proses saintifik, yang senantiasa mengalami proses self-correcting melalui mekanisme peer-reviewed dan revisi berdasar data-data terbaru yang terakumulasi. Sehingga tidak heran pengikut ajaran agama tertentu yang taat, puritan, dan konsisten dengan ajaran aselinya akan memperlihatkan perilaku yang tidak sesuai dengan peradaban manusia modern.

So… Letakkan taruhan anda (dengan menggunakan akal sehat)!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun