Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

(Tinjauan Buku) Prinsip Kesiapsiagaan, Agustinus: Hubungan Jiwa-Badan

28 Agustus 2019   12:30 Diperbarui: 28 Agustus 2019   12:36 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, buku ini adalah pustaka teologi. Teologi itu sendiri adalah refleksi atas iman. Jadi, pembaca buku ini diharapkan bukan seperti buku filsafat, sastra, sejarah, novel, atau ensiklopedia. Jadi, titik tolaknya adalah refleksi atas iman itu sendiri. Iman yang ditanamkan Tuhan di dalam hati kita itulah yang kita refleksikan. Lalu, kita dalam hal ini dituntut untuk mempertanggungjawabkan iman itu dalam dialog dengan tantangan-tantangan zaman dewasa ini.

Meskipun demikian, iman yang direfleksikan itu bukan hanya masalah refleksi iman pribadi seseorang yang kemudian menjadi tokoh Gereja dan yang kemudian dibagikan kepada kita, tetapi refleksi itu sudah diperiksa oleh wewenang Gereja. Nihil Obstat oleh F. Hartono, SJ. Artinya, "tidak ada yang menghalangi". 

Dengan mencantumkan ini, berarti buku ini telah diperiksa oleh Gereja dan dalam buku ini tidak ada ajaran yang menyimpang. Stempel Nihil Obstat itu sendiri bukan sekedar ijin dari yang berwenang, tetapi juga menunjukkan tulisan itu terbuka untuk diuji dan diperiksa oleh jemaat Gereja. Bisa juga hal ini dimaknai refleksi iman pribadi tidak terlepas dalam iman Gereja. Karena itu, buku ini meyakinkan.

dokpri
dokpri
Polemik
Isi buku ini mengetengahkan hubungan antara jiwa dan badan. Sesuatu yang sering menjadi polemik sejak dulu, yang sebenarnya suatu usaha untuk menjelaskan pertanyaan siapakah manusia itu. Dengan membedakan dua substansi, yaitu jiwa dan badan dan keunggulan jiwa atas badan manusia seakan-akan bukanlah satu kesatuan. Hubungan keduanya, kemudian bisa disebut sebagai hubungan relasional.

Benda apakah yang disebut jiwa itu? Yang jelas, ia bukan entitas benda yang dibatasi dalam dimensi ruang (panjang, lebar, dan tinggi), meskipun ia itu substansi. "Pada  hemat saya, jiwa adalah semacam substansi berakal budi yang dipersiapkan untuk mengemudikan badan," kata St. Agustinus.

Lantas, bagaimana membuktikan kehadiran jiwa itu? Agustinus memakai analisis kehadiran jiwa, yang saat kini bisa disebut sebagai analisis refleksif. Analisis ini untuk menentukan syarat-syarat kemungkinan gejala-gejala kesadaran yang kita alami. Analisis itu bermuara dalam suatu prinsip mengenai pengenalan dirinya sendiri yang praktis.

Prinsip itu mengatakan bahwa jiwa yang mengetahui bahwa ia suatu akal budi yang ada dan hidup, langsung mampu mengetahui ia adalah apa dan ia tidak adalah apa, karena ia pasti adalah apa yang diketahuinya ia ada, dan ia pasti tidak adalah apa yang tidak diketahuinya ia ada. (hal. 25)

Dari mana orang tahu bahwa ia hidup ? Siapakah yang dapat meragukan bahwa ia hidup, mengingat, mengerti, menghendaki, berpikir, mengetahui, dan memutuskan ? Kalaupun ia meragukan ini, ia hidup; ia mengingat mengapa ia ragu-ragu; ia mengerti bahwa ia ragu-ragu; ia ingin mencapai kepastian; ia berpikir; ia mengetahui bahwa ia tidak mengetahui; ia memutuskan bahwa ia tidak boleh begitu saja menyetujui.

Dari hal-hal seperti itu, Agustinus menyimpulkan bahwa jiwa menginsafi mengenai dirinya sendiri bahwa ia lain dari pada segala sesuatu yang bendawi atau badani dan bahwa ia dengan pasti -- karena kehadirannya yang batiniah kepada dirinya sendiri -- mengenal dirinya sebagai suatu substansi yang menginsafi, bahwa ia hidup, bahwa ia mengingat, mengerti, dan menghendaki.

"Pada  hemat saya, jiwa adalah semacam substansi berakal budi yang dipersiapkan untuk mengemudikan badan," kata St. Agustinus.

Kesiapsiagaan
Kalau kita memahami jiwa seperti di atas, lantas hubungan jiwa dan badan dimaknai sebagai suatu kehadiran yang sifatnya 'quadam vitali intentione', tersebar melalui semacam perhatian yang hidup. Itulah prinsip kesiapsiagaan. Contohnya, ketika kita disentuh dalam titik kecil di kulit kita. Sentuhan itu akan terasa oleh jiwa (non latet animam) sebagai keseluruhan.

Pengamatan tersebut adalah salah satu pendekatan gnoseologis, yaitu pengamatan indrawi. Pengamatan indrawi itu terjadi karena kesiapsiagaan jiwa dalam badan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun