Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melampaui Ketakutan Akan Salib (Pembelaan terhadap Ustaz Abdul Somad, Awalnya Siapa Saja Takut Pada Salib!)

21 Agustus 2019   05:30 Diperbarui: 21 Agustus 2019   05:43 2007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi :www.katolisitas.org

Banyak Respon dan reaksi terhadap ceramah Ustadz Abdul Somad (UAS) di pelbagai media sosial yang bermula dari Youtube,  terutama dari pihak penghayat / pengiman kekristenan dan bahkan penghayat keislaman yang sering dikatakan "moderat". 

Kebanyakan respon menyayangkan isi ceramah UAS dari yang rasional, tampak halus, nasehat etis, setengah halus, cacian, bahkan sampai tingkat perudungan  di pelbagai media sosial. 

Ada juga kelompok yang mengatasnamakan umat Kristen dan Katolik  di NTT melakukan tuntutan hukum karena ceramah itu dianggap melecehkan umat Kristen / Katolik.

Tulisan ini bermaksud membela isi ceramah UAS dalam batas-batas jangkauan pikiran dan perasaan manusiawi apapun agamanya (termasuk agnostik dan ateistik). 

Artinya memahami, mengakui, dan mencari adanya kebenaran yang disampaikan UAS sejauh dapat dijangkau akal manusiawi. Dengan segala akal dan upaya, manusia hendak mencapai semacam keutamaan pokok (keadilan, kearifan, keberanian, dan keugaharian) meskipun tidak selalu berhasil. 

Tulisan ini mencari pemahaman dari perspektif kekristenan seorang awam, seorang pengikut Yesus Kristus yang menderita sengsara, disalibkan, dan wafat pada waktu Pontius Pilatus.

Namun, tulisan ini tidak berhenti pada "pembenaran" terhadap posisi UAS, tetapi hendak meneruskannya ke tingkat sesuatu yang melampauinya. Katakanlah, hal itu dilihat  dari keutaman ilahi (iman, pengharapan, dan kasih). Keutamaan yang hanya diperoleh manusia dari suatu anugerah semata-mata dan hendak dirawat baik-baik. 

Dan, dari keutamaan adimanusiawi inilah yang turut juga menerangi peristiwa dan pengalaman manusiawi sehari-hari, termasuk ketakutan terhadap salib. Jadi, keutamaan ini tidak hanya memahami salib sebagai sesuatu yang menakutkan dan gelap semata, tetapi mengimani bahwa melalui salib yang hina itu manusia mencapai kemuliaan, kebangkitan.

Jadi, apa yang diungkapkan UAS tidak dibantah, tetapi justru  diafirmasi sebagai ketakutan wajar manusiawi terhadap salib yang mengerikan dan kesengsaraan yang bisa jadi bersumber dari kekuatan gelap abstrak, seperti jin kafir. Ujian selanjutnya adalah melihat kegelapan, peristiwa sengsara, dan salib Yesus itu dalam terang keutamaan ilahi. 

Artinya, salib itu membawa pada iman, pengharapan, dan kasih atau malah sebaliknya menuju pengingkaran-khianat, keputusasaan tak berpengharapan, dan kebencian-penolakan kasih.  Kalau salib itu membawa pada iman, harapan, dan kasih, tentu itu berasal dari Yang Ilahi sendiri, sumber segala yang hidup.

Kesengsaraan dan wafat (seperti digambarkan dalam peristiwa salib secara gamblang) sepertinya sudah menjadi nasib manusia.  Ini digeluti secara khusus dalam eksistensialisme. Setiap orang akan mengalaminya. Ketakutan akan ketiadaan eksistensial (Angst, meminjam istilah Martin Heidegger) betul-betul nyata. 

Kisah sengsara dan Jalan Salib Yesus, membantu orang menghadapi ketakutannya dan memberi makna bahwa Tuhan tetap menyertai sekalipun dalam kegelapan yang paling gelap dan memberi pengharapan akan terang dan kehidupan. Ini semua semata-mata karena kasih Tuhan.

Hukuman Salib

Salib pada zaman Romawi adalah hukuman yang paling hina di antara hukuman-hukuman lainnya yang memang sengaja dipertontonkan sebagai suatu hiburan bagi rakyat Romawi sekaligus peringatan keras terhadap pemberontakan dan kejahatan serius lainnya. Hukuman itu antara lain bisa disebut seperti adu manusia dengan singa atau binatang buas lainnya di Koloseum (Colosseum). 

Suatu bangunan yang dipakai untuk adu bindatang dengan manusia yang diperuntukkan untuk tontonan rakyat Romawi dengan gratis dengan semangat seperti dikatakan penyair Romawi Juvenalis sebagai panem et circenses, roti dan sirkus. Bangsa Yahudi meskipun jauh dari Koloseum, berada di bawah pemerintahan Romawi. Tokoh-tokoh Yahudi sangat paham akan hal ini.

Hukuman salib, seperti halnya di Koloseum diperuntukkan bagi narapidana yang bukan hanya meresahkan masyarakat tetapi juga penghojat Allah. 

Suatu kejahatan di masyarakat yang bahkan melebihi pemberontak Romawi semacam Barabas yang dibebaskan Pontius Pilatus atas permintaan tokoh-tokoh Yahudi sebagai ganti Yesus yang menjalankan hukuman mati sekaligus roti dan hiburan gratis bagi rakyat Yahudi. Sosok yang dianggap sebagai berasal dari penghulu setan, Beelzebul. Semacam jin kafir.

Roti dan tontonan gratis itu dimulai dengan Jalan Salib Yesus, Via Dolorosa, dari Kediaman kediaman Kayafas di Yerusalem ke Bukit Golgota di luar Yerusalem. Rakyat Yahudi yang memegang kuat tradisi Taurat melihat dan disuguhi itu semua. Berbagai sikap ditunjukkan dengan telanjang atas peristiwa ini.

Takut Pada Salib

Siapa saja tidak menginginkan hidupnya mengalami Via Dolorosa, disalibkan hina dan dipertontonkan di depan mata seluruh orang. Siapa saja tidak suka kerapuhan, kelemahan, ketelanjangan,  dan dosa-dosanya dibuka dan diadili di depan mata semua orang. Akhir hidup yang terhinakan. Semua orang ingin akhir hidup dan kematiannya tenang dan damai (requiescat in pace) atau akhir hidup dan kematian dalam keadaan yang terbaik, husnul khotimah.

Yesus sendiri yang menjalani Jalan Salib itu dan yang tidak bersalah serta memperjuangkan kebenaran dan hidup dengan gagah berani tanpa cela, juga demikian. Tidak menginginkannya. Ia gentar juga sewaktu berdoa di Taman Getsemani. Karena itu dilaporkan dalam Injil bahwa peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.

"Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah" (Lukas 22:41-44).

Yesus sendiri memang takut, tetapi Dia memilih untuk menghadapinya sampai akhir kesudahannya.

Sementara Bunda Maria juga tentu hatinya sangat hancur lebur menghadapi peristiwa salib puteranya. Namun, ia memilih untuk mengikuti Yesus di Jalan Salib itu dan berdiri di kaki salib Yesus, Stabat Mater Dolorosa. Ia takut akan masa depannya juga dengan wafat putera satu-satunya yang menjadi tumpuan harapannya.

Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Yoh 19:25-27).

Para murid pun, orang-orang terdekat dengan Yesus, pergi meninggalkan  Yesus seorang diri menjalani hukuman salib seperti dinubuatkan Zakharia.  pengikut Sang Gembala, murid-murid-Nya, berserak meninggalkan Dia (Za. 13:7). Petrus yang mewakili para murid pun, menyangkal tiga kali (Matius 26:69-75; Markus 14:66-72, Lukas 22:54-62, Yohanes 18:17-27).

Para wanita Yerusalem hanya bisa menangisi kisah tragis Yesus di jalan salib. Tanda suatu ketakutan wanita yang tidak mampu melakukan apa-apa terhadap penderitaan sesama yang terjadi di depan mata karena banyak urusan anak dan keluarga.

Para pemimpin Yahudi menghasut rakyat Yahudi untuk menutupi ketakutannya pada salib Yesus dan bersembunyi dalam kekuatan abstrak kebencian rakyat / masal. 

Mereka  menciptakan gambaran sesat tentang siapa dan apa yang dilakukan Yesus. Kuasa Yesus untuk menyembuhkan, pelbagai muzizat, dan mengusir setan, dicurigai berasal dari Beelzebul. Ketakutan para pemimpin Yahudi pada salib ini sangat tampak dengan sering terjadinya konflik para murid yang menimpakan pelaku penyaliban itu secara konkrit.

Apa yang ingin dikatakan untuk pembelaan terhadap UAS adalah bahwa siapa saja takut terhadap salib termasuk Yesus dan para murid Yesus, orang-orang Kristen.

Melampaui Ketakutan Akan Salib

Siapa saja secara manusiawi takut akan salib, betul. Menghadapi kematian dan kehancuran diri serta keberadaannya yang sudah menjadi hukum alam, dihadapi sikap bagaimanapun tetap menakutkan. Melakukan tindakan baik dan etika serta olah meditasi sebanyak mungkin, juga tidak menolong terhadap ketakutan akan punahnya dirinya. 

Orang jahat dan orang baik sama-sama bernasib sama, mati. Begitu pula pengetahuan, tidak banyak menolong. Orang arif atau orang sembrono dan bodoh, sama-sama akhirnya berkalang tanah juga. Keutamaan-keutamaan pokok (keadilan, kearifan, keberanian, dan ugahari) yang dikembangkan manusia untuk menghadapi hidup, ternyata juga tidak bergeming menghadapi ketakutan akan salib.

Berhadapan dengan ketakutan salib itu tidak bisa dicari dari keunggulan-keunggulan manusia, apalagi kelemahan manusiwi. Ia harus dicari dari luar manusia yang sifatnya adimanusia.  Manusia hidup bukan karena kehendaknya sendiri. Hidup ada yang menyelenggarakannya. Penyelenggaraan Ilahi.

Hidup manusia semata-mata anugerah, pemberian dari Sang Sumber Hidup itu sendiri. Pernyataan ini pun merupakan suatu kepercayaan, pengakuan sekaligus harapan terhadap Sang Sumber Hidup itu sendiri. Itu semua tergantung semata-mata pada belas kasih Penyelenggara Hidup. Dan, hal ini sangat jelas tergambar pada peristiwa salib Kristus. 

Salib Yesus yang semula memang nyata ditakuti, dengan anugerah keutamaan ilahi, mendapat pencerahannya pada peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus pada Paskah. Salib Yesus menjadi jalan kemuliaan. Jalan yang dibenarkan Tuhan Allah Sendiri. Peristiwa inilah yang menggerakkan seluruh murid untuk bangkit berjuang sampai kesudahannya.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana dua orang murid berkobar-kobar hatinya berjalan ke Emaus justru setelah peristiwa salib mengerikan kalau tidak ada kebangkitan Yesus. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana para murid yang ketakutan sejak sengsara dan wafat Yesus, kembali berani dengan lantang terbuka bersaksi atas nama Yesus, tidak takut pada hujatan atau penjara jika tidak ada peristiwa Paskah. 

Tidak bisa dibayangkan seorang martir pertama Stefanus dengan berani bersaksi atas nama Tuhan Yesus sekalipun dilempari batu sampai mati jika tidak ada kebangkitan Tuhan Yesus. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sosok Saulus yang karena kemauan sendiri memburu orang-orang kristen untuk dibunuh malah berbalik menjadi Paulus yang gigih mewartakan kabar gembira dari Tuhan jika tidak ada kebangkitan Tuhan.

"Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia" (Galatia 6:14)

Karena itu, salib yang awalnya mengerikan justru menjadi anugerah ilahi bila dijalankan dengan tulus. Dengan salib Yesus, keselamatan terbuka lebar bagi setiap manusia. Salib Yesus yang awalnya adalah merupakan kabar buruk, kini menjadi kabar baik dan kabar gembira karena anugerah keselamatan : iman, harapan, dan kasih. Karena itu, salib Yesus diwartakan sampai ke ujung bumi.

Karena itu, tidak mengherankan ketika mendengar ada seorang perempuan -- pernah dikabarkan media massa - yang mengalami penyiksaan luar biasa karena dirampok sebelum akhirnya meninggal, ia mencium kalung salib yang dikenakannya. Dalam kesengsaraannya, dia tidak sendiri. Tuhan menyertainya bahkan di saat yang paling gelap.

UAS telah memicu pemahaman yang betul-betul hakiki terhadap kekristenan, khususnya Salib Tuhan Yesus dan salib kita masing-masing. Terimakasih untuk semuanya itu. Dan, keselamatan itu juga terbuka lebar untuk siapa saja, termasuk UAS.

Per aspera ad astra.

Blitar, 20 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun