Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jawa Dicengkeram Candu

12 Juli 2019   09:43 Diperbarui: 12 Juli 2019   10:04 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri

Kesadaran

Kesadaran itu bisa diharapkan, misalnya dari seorang bernama Multatuli alias Eduard Douwes Dekker yang menulis Max Havelar sebagai novel politik bahkan dikenal sebagai 'opium roman'. Novel itu menjadi semangat zamannya untuk berjuang. 

Kesadaran itu juga bisa diharapkan dari sosok seperti M.T.H. Perelaer yang melawan sistem opium ini dengan novel anti-opiumnya berjudul Baboe Dalima yang diterbitkan sekitar tahun 1886 dalam bahasa Belanda. Tentu novel ini menusuk jantung pemerintahan Belanda dan elit berkuasa di Belanda. 

Nama Isaac Groneman juga menyerukan semangat yang sama anti-opium dengan novelnya berjudul  Een Ketjoegeschiedenis, Kisah Seorang Ketjoe (baca: kecu = rampok, bandit). Tidak ketinggalan juga Pieter Brooshooft ujung tombak koran Semarang De Locomotief yang mengeluarkan petisi dalam buku Memorie Over den toestana in Indie (Memorandum tentang Keadaan di Hindia).

Tidak kalah menariknya dalam semangat anti-opium ini adalah RA Kartini dengan surat-suratnya (Surat-Surat Kartini. Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya diterjemahkan Sulastin Sutrisno, 1979). Dalam surat pertamanya kepada Nona E.H. Zeehandelaar atau Nona Stella, justru dia merasa prihatin terhadap kesengsaran bangsanya, Jawa. 

Ia menyebut candu sebagai benda laknat (putri Jawa yang halus perasanya harus mengatakan demikian). Penyakit sampar Jawa bukannya pes tetapi lebih dari pada pes, yaitu candu.

Semangat anti-opium yang memang kecil pada awalnya tetapi terus menggelinding makin besar dan akhirnya membelok ke arah politik dan melahirkan Politik Etis. Apa yang terjadi ketika Politik Etis itu menangkap semangat dan gelora anti-opium itu ? Kita boleh ikut bersorak karena bandar-bandar opium dihapus. 

Tapi, ternyata bandar-bandar opium itu hanya diganti dengan sistem Regi Opium yang tidak kalah eksploitatifnya dibanding dengan bandar-bandar sebelumnya bahkan jauh lebih terang-terangan.

Akibatnya, jaringan opium bandar-bandar Cina Cabang Atas porak poranda. Tapi, dengan demikian malah muncul pengusaha-pengusaha tangguh dan ulet dari kalangan Cina seperti Oei Tiong Ham dan generasi muda Cina Jawa yang menjauhi opium. Sementara orang-orang Jawa tetap dicengkeram opium di bawah Regi Opium. Bahkan dengan semangat Politik Etis, Belanda dengan bangga menunjukkan proyek etisnya berupa pabrik opium terbesarnya di Batavia. 

Dari pabrik opium terbesar setidaknya di Asia yang berpusat di kawasan Salemba ini (sayangnya saat kini di tempat ini tidak didirikan museum opium seperti dilakukan di Thailand), disebarlah candu-candu dengan pelbagai bentuk dan rasa ke seluruh pelosok Hindia Belanda, Asia, dan bahkan Eropa.

Program pendidikan juga digalakkan di kalangan elite Jawa, tetapi hasilnya kebanyakan diserap sebagai pegawai-pegawai Regi Opium, mantri penjualan opium dan pembantu-pembantunya. Merekalah yang bertugas menjual opium kepada bangsanya sendiri, saudara-saudaranya sendiri, tetangga-tetangganya sendiri, teman-temannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun