Mohon tunggu...
Daniel Osckardo
Daniel Osckardo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang yang akan terus belajar dan tidak pernah selesai. Penikmat filsafat, sastra, politik, sosial. Dan juga seorang pecinta kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesadaran Kolektif dalam Perjuangan Perempuan

29 Agustus 2022   17:50 Diperbarui: 29 Agustus 2022   17:54 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Perempuan cenderung lebih egois ketika dia memiliki segalanya", timpal salah seorang peserta diskusi. Pernyataan itu dilontarkan setelah pemaparan materi. Dan yang melontarkan, perempuan. Kebetulan dalam diskusi 'kecil-kecilan' itu yang diadakan di sudut kampus, saya bertindak selaku pemateri. 

Kebetulan, topiknya adalah eksistensialisme dan kebebasan. Saya tidak bisa menyalahkannya, karena itu adalah fakta dari pengalamannya sendiri.

Dalam kebebasan (berpendapat) hal seperti itu sah-sah saja. Namun dalam perjuangan kesetaraan gender (gender equality) ada yang salah dengan argumen-argumen semacam ini. Terlebih lagi jika itu dilontarkan oleh seorang perempuan. 

Tapi itu bukan kali pertama, cukup sering dan mudah untuk menemukan perempuan-perempuan yang mempunyai pola pikir sama. Perempuan-perempuan yang berpikiran bahwa perempuan adalah pelayan laki-laki, perempuan milik suaminya, perempuan harus taat, perempuan di rumah, perempuan sold out.

Desain budaya yang terbentuk di mana perempuan ditempatkan sebagai pemegang peranan cadangan, melahirkan produk di mana perempuan kehilangan diri mereka sebagai (juga) pemeran utama dalam relasi.

Cerita umum dan mungkin dialami oleh sebagian besar dari perempuan, di mana dia diajarkan untuk menjadi feminin, dikekang dengan peraturan yang lebih ketat dibandingkan dengan laki-laki, ditanamkan bahwa wilayah perempuan hanyalah wilayah privat, mereka dibentuk---secara wajar atau terpaksa---dan jarang mendapatkan kesempatan untuk membentuk diri sendiri.

Saya kira, hingga sekarang wacana-wacana gender sudah cukup kaya dengan pelbagai teori dan insight. Meskipun terdapat bermacam-macam pandangan dan teori dalam upaya mencapai kesetaraan gender, tujuannya jelas mengembalikan otonomi perempuan pada tempat yang semestinya. 

Pelaku utama yang berusaha mempertahankan bentuk sosial adalah kultur interaksi konservatif-tradisional. Dalam hal ini budaya masyarakat didominasi oleh laki-laki. Laki-laki inilah dengan privillege yang mereka miliki berusaha untuk tetap mengawetkan pola-pola semacam ini.

Namun menilik fenomena-fenomena semacam yang disampaikan di awal, menunjukkan bahwa ternyata pola-pola dan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya patriarki juga bisa didapati pada perempuan. Di satu sisi dapat dicerna patriarki bukanlah sekadar dominasi nilai (yang ditanamkan) laki-laki, tapi juga bisa lahir dari---gender---perempuan. 

Dan anehnya nilai-nilai ini masih bisa turut 'diamankan' di era media sosial. Di mana informasi sangat mudah tersebar. Ini juga yang ingin saya tilik pada sub judul berikutnya.


Ada duri dalam pergerakan perempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun