Mohon tunggu...
Daniel Nugraha
Daniel Nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - Civil Journalism

Saya Daniel, lahir pada 27 oktober 1997 dan besar di kota Surabaya, Jawa Timur. Bergabung di kompasiana dengan harapan bisa mengasah skill copywriting saya sekaligus berbagi ilmu, saya adalah penggemar berbagai karya seni dan disiplin ilmu pengetahuan karena saya ingin mengetahui lebih dalam akan dunia tempat saya hidup. Saya percaya hidup adalah sebuah pengalaman berpetualang bukan hanya menjalani hidup dalam sebuah sistem bermasyarakat namun sekaligus kesempatan bereksplorasi. Hobi saya antara lain membaca buku dan artikel, mendengarkan musik, menonton film. Semoga apa yang saya tulis bisa menjadi inspirasi dan membuka perspektif baru bagi para pembaca. Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia dan Dampak Rendahnya Tingkat Literasi Keuangan

20 Januari 2021   09:38 Diperbarui: 20 Januari 2021   09:57 5130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: indonesiamodificationexpo.com

Keuangan seringkali menjadi permasalahan banyak orang, hampir setiap dari kita telah mengenal permasalahan umum keuangan seperti pengeluaran berlebih sehingga tabungan pribadi yang kian menipis, hutang pribadi dengan teman atau bahkan beberapa dari kita pernah terjebak pada penawaran investasi yang scammer. 

Permasalahan di atas tidak seharusnya menjadi persoalan yang kita pusingkan dari tahun ke tahun jika kita mengenal pengelolaan finansial dan terus belajar.

Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019, Indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19% dan angka ini telah meningkat dari survei yang dilakukan OJK pada tahun 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8% (Sumber: ojk.go.id). 

Peningkatan dalam literasi keuangan adalah hal yang bagus dan patut di apresiasi namun bedasarkan survei Financial Health Index 2020 (FHI) yang dilakukan oleh GoBear, literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan skor literasi keuangan dari negara ASEAN lainnya, misalnya Indonesia yang mendapat skor 67% hanya lebih unggul daripada Vietnam dengan skor 64%, sedangkan skor tertinggi diperoleh Singapura yaitu 79% dan Hong Kong dengan skor 72%. 

Hal yang menarik dari Survei dari GoBear tersebut menemukan bahwa 56% masyarakat Indonesia merasa cukup percaya diri memiliki pengetahuan finansial di atas rata-rata dimana sebaliknya hanya sebanyak 45% masyarakat Singapura dan 43% masyarakat Hong Kong yang merasa memiliki pengetahuan finansial di atas rata-rata (Sumber: gobear.com). Hal ini memprihatinkan sebab literasi keuangan juga menjadi salah satu tolak ukur daya kompetensi usaha masyarakat dalam mengembangkan kekayaan pribadi dan aset dalam jangka panjang. 

Jika tidak terjadi peningkatan literasi keuangan relatif terhadap negara lain maka dikhawatirkan negara kita rentan akan kalah bersaing secara global, sebab masyarakat baik secara kolektif/individu merupakan pasokan bahan bakar perekonomian bangsa melalui perilaku ekonomi mereka.

Hal apa saja dampak rendahnya literasi keuangan masyarakat ?

Sumber: maxmanroe.com
Sumber: maxmanroe.com

Pertama, kurang matangnya perencanaan finansial seseorang sehingga menyebabkan kondisi keuangan tidak terukur dengan baik. Hal ini penting karena begitu banyak komponen biaya yang harus dipertimbangkan agar ketersediaan dana untuk dapat membayar bahan bahan kebutuhan dan kewajiban beban finansial di kemudian hari tetap terjaga. 

Jika orang tersebut memiliki perencanaan yang matang maka orang tersebut dapat mengukur batasan daya belinya untuk barang yang bersifat kebutuhan sekunder sehingga pemenuhan kebutuhan primer tetap terjaga dan alhasil orang tersebut akan merasa lebih aman dan nyaman secara psikologis.

Kedua, tidak ada social safety net atau jejaring keamanan sosial karena rendahnya literasi keuangan membuat persepsi masyarakat tertutup terhadap manfaat dan kebutuhan akan produk-produk finansial seperti asuransi kesehatan & jiwa, termasuk program perencanaan pensiun dan penyisihan dana darurat pribadi. 

Penting untuk disadari manajemen keuangan yang baik adalah manajemen keuangan yang mempertimbangkan berbagai resiko, tidak adanya jejaring keamanan sosial berarti masyarakat rentan untuk mengalami kemiskinan  dan semakin kecil kemungkinan masyarakat untuk dapat melakukan mobilitas sosial serta mewariskan kekayaan ke generasi selanjutnya.

Ketiga, pengelolahan keuangan yang tidak terstruktur dengan baik bisa menganggu performa usaha/bisnis yang ada, pencatatan keuangan dan pemisahan pengelolahan aset usaha dan rumah tangga serta pribadi haruslah dilakukan secara terpisah. 

Usaha bisa diumpamakan sebagai pilar penopang ekonomi keluarga dan jika pengeluaran dana untuk konsumsi digunakan secara campur aduk dengan keuangan usaha maka dikhawatirkan konsumsi yang berlebih dapat mengganggu keselamatan/performa usaha dan jika pilar ekonomi rumah tangga  terganggu maka yang terjadi adalah standar hidup yang tidak stabil dan berbahaya bagi financial well-being keluarga

Keempat, melewatkan kesempatan untuk berinvestasi pada instrumen keuangan yang potensial atau bisa jadi justru masyarakat rentan terjebak dalam investasi bodong karena iming-iming return yang menggiurkan. Masyarakat yang paham mengenai bagaimana keuangan bekerja akan mengenal berbagai jenis resiko tiap instrumen dan return yang wajar dari sebuah jenis investasi. Rendahnya literasi keuangan dapat berujung aksi nekad berinvestasi tanpa didasari oleh basis rasional dan pengukuran yang terancang.

Kelima, tidak ada tujuan keuangan sehingga seseorang tidak tahu bagaimana memanfaatkan uang untuk tujuan-tujuan yang baik bagi masa depan semisal persiapan dana pensiun, persiapan dana darurat. Kita mengetahui bahwa banyak orang bahkan tidak memikirkan dana pensiun pada usia tua sehingga bisa terbilang banyak yang berakhir mengandalkan anaknya untuk menyambung hidup. 

Berdasarkan Survei HSBC Future of Retirement terhadap 1000 responden, Bridging the Gap menunjukkan bahwa dari 68% responden yang menginginkan masa tua yang nyaman, hanya  30%  yang  telah  sadar  dan tergerak  untuk  mulai  berinvestasi  untuk  masa  pensiun mereka selain itu lebih  dari  75%  responden  usia  kerja  mengharapkan anaknya akan membantu mereka di masa pensiun, sedangkan kenyataannya saat ini hanya kurang dari 33,3% responden usia pensiun menerima bantuan dari anaknya.

Sumber: ojk.go.id
Sumber: ojk.go.id

Namun berita baiknya  literasi keuangan di Indonesia tetap mengalami tren positif beberapa tahun terakhir begitu pula dengan inklusi keuangan. Bedasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. 

Literasi keuangan di sisi produk, literasi keuangan masih dipimpin oleh perbankan, yaitu naik dari 28,9% pada 2016 menjadi 36,12% di 2020, asuransi tumbuh dari 15,8% menjadi 19,40%, dan dana pensiun naik dari 10,9% menjadi 14,13%.

Kemudian, pasar modal naik dari 4,4% menjadi 4,92%, lembaga pembiayaan meningkat dari 13% menjadi 15,17%, pegadaian dari 17,8% menjadi 17,81%, serta lembaga keuangan mikro tumbuh dari nol menjadi 0,82%.

Inklusi keuangan di Indonesia juga sudah menjadi lebih baik, yaitu lebih dari 75% masyarakat Indonesia telah terhubung dengan sektor keuangan. Tren positif literasi dan inklusi keuangan tidak seharusnya membuat kita hanya berpuas diri tetapi memberi kita semangat untuk mengembangkan lebih lagi tren ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun