Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Hari Kebangkitan Nasional dan Semangat Kebersamaan untuk Menghadapi Pandemi

20 Mei 2020   23:41 Diperbarui: 20 Mei 2020   23:43 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan salah satu tonggak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tanggal tersebut diambil dari tanggl lahirnya organisasi Budi Utomo (Boedi Oetomo) pada tahun 1908 yang disebut-sebut sebagai organisasi modern pertama di Indonesia. Budi Utomo sendiri didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahsiswa STOVIA seperti Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji.

Ada satu hal yang membuat saya tertarik untuk mengulas STOVIA, tempat di mana gagasan untuk mendirikan Budi Utomo muncul. STOVIA sendiri didirikan dengan latar belakang adanya wabah penyakit yang mematikan saat itu. Tahun 2018 lalu saya berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional di Jalan Abdurrahman Saleh No.26 Jakarta Pusat.

Gedung bercat putih khas bangunan-bangunan pada masa pendudukan Belanda tersebut didirikan pada tahun 1899. Pada bagian depan gedung tertulis "School tit Opleiding van Inlandsche Arsten" (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra. Masa pendidikan ditempuh selama 9 tahun dengan kurikulum yang disesuaikan dengan School Voor Officieren van gezondeid di Utrech. Sehingga, lulusan STOVIA diharapkan sama dengan lulusan sekolahkedokteran yang ada di Eropa.

Sebelumnya STOVIA bernama Sekolah Dokter Jawa yang yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreeden (sekarang RSPAD Gatot Soebroto). Sehubungan dengan terus meningkatnya jumlah pelajar, maka dibangunlah gedung STOVIA ini.

STOVIA didirikan karena adanya wabah penyakit kulit seperti cacar yang mematikan. Pada saat itu sekitar sepertiga dari warga Indonesia terinfeksi penyakit kulit tersebut. Pelajar yang lulus dari STOVIA tersebut dikirim ke berbagai daerah untuk membantu masyarakat.

Pelajar STOVIA diwajibkan untuk tinggal dalam asrama. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan interaksi para pelajar agar saling mengenal adat istadat suku lain. Dari sinilah rasa persaudaraan di antara penghuni asrama terjalin, sehingga mereka tidak lagi melihat perbedaan etnis, budaya atau agama.

Saat ini, di Museum Kebangkitan Nasional menyimpan diorama yang menggambarkan suasana belajar  di STOVIA. Ada juga peralatan medis tradisional untuk kegiatan praktikum. Sementara di salah satu sisi bangunan, terdapat ruang yang cukup luas yang didalamnya ada sejumlah ranjang atau tempat tidur untuk pasien.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Ada dua catatan menarik mengenai keberadaan STOVIA (yang selanjutnya meahirkan Budi Utomo)dan relevansinya dengan kondisi saat ini.

Pertama, STOVIA yang didirikan dengan latar belakang adanya wabah penyakit  cacar yang mematikan pada saat itu. Ha tersebut mirip dengan kondisi kita saat ini yang tengah berada di masa pandemi Covid-19.

Saya bisa membayangkan bahwa para pelajar STOVIA yang selanjutnya mengabdi untuk menyembuhkan masyarakat yang terserang penyakit, ibarat para tenaga kesehatan yang saat ini berjuang menghadapi Covid-19.

Hingga hari ini, jumlah positif Corona di Indonesia sebanyak 19 ribu kasus, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 1.242 orang. Jumah korban yang tidak sedikit juga terjadi saat wabah cacar melanda negara kita pada akhir abad 19.

Sebuah sumber menyebutkan di tahun 1871 sebaran wabah cacar meluas. Wilayah yang terkena dampak paling parah yaitu Ternate, Ambon, dan Bali. Di Bali, sebanyak  18 ribu orang dilaporkan meninggal akibat wabah cacar tersebut.

Kedua, yaitu bagaimana interaksi para pelajar STOVIA saat itu. Mereka hidup dalam semangat kebersamaan. Semangat inilah yang perlu terus kita jaga dalam menghadapi setiap permasalahan, termasuk saat kita berjuang bersma-sama menghadapi pandemi Covid-19.

Pandemi yang sedang kita hadapi ini merupakan ujian berat bagi bangsa.  Dampaknya terhadap perekonomian juga kita rasakan. Diperlukan kebersamaan, gotong-royong, dan disiplin tinggi untuk mengatasi ujian ini.

Momentum Kebangkitan Nasional tidak pernah lepas dari semangat kebersamaan dan persatuan bangsa. Dengan kebersamaan dan persatuan kita berhasil meraih kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan kebersamaan dan persatuan pula kita akan meraih kemenangan atas kondisi yang kita hadapi saat ini. Baik kemenangan atas pandemi Covid-19, juga kemenangan setelah sebulan penuh mengalahkan hawa nafsu selama Ramadan ini. Selamat menyambut kemenangan, karena lebaran sebentar lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun