Masa pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilihan Presiden tahun 2019 telah berakhir hari Jumat, 10 Agustus 2018 kemarin. Dua pasangan menyatakan siap untuk berkontestasi di pesta demokrasi tahun depan.Â
Pasangan Joko Widodo dan K. H. Ma'ruf Amin mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat pagi, sementara pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mendaftar seusai sholat Jumat.
Pertarungan antara dua pasangan ini tentunya akan menjadi pertarungan yang kedua kalinya, terutama untuk calon presiden Jokowi dan Prabowo. Keduanya sebelumnya juga bertarung pada pilpres 4 tahun lalu. Pasangan Jokowi-JK akhirnya mengungguli Prabowo-Hatta, dan menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia saat ini.
Sebagai petahana, Jokowi memiliki keunggulan karena rekam jejak selama menjabat sebagai presiden. Data dan fakta terkait hasil pembangunan infrastruktur dan ekonomi selama 4 tahun terakhir menjadi amunisi bagi Jokowi. Pembangunan jalan tol trans-Sumatera, trans- Jawa hingga trans-Papua dan infrastruktur lainnya menjadi modal besar menghadapi pilpres 2019.
Dipilihnya nama K. H. Ma'ruf Amin sebagai cawapres diperkirakan mampu menambah perolehan suara dari golongan kanan, sekaligus sebagai negasi terhadap tuduhan anti Islam yang selama ini ditembakkan oleh lawan politik Jokowi. Bahkan tidak lama setelah Ketua MUI tersebut dideklarasikan sebagai cawapres, gerakan #2019GantiPresiden langsung ditolak oleh ulama Banten.
Tidak menutup kemungkinan pasangan nasionalis-religius ini bisa mencuri suara dari daerah-daerah yang pada tahun 2014 lalu dimenangkan oleh Prabowo seperti Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat, mengingat pembangunan infrastruktur juga dinikmati oleh daerah-daerah tersebut.
Di sisi lain, tingkat elektabilitas Jokowi untuk Pilpres 2019 belum bisa dibilang aman, meski mengungguli Prabowo. PolMark Indonesia melakukan survei dalam kurun waktu 15 Januari 2016 hingga 11 Juni 2018 untuk mengukur elektabilitas kandidat calon presiden 2019 dengan responden di pulau Jawa dan Sumatera. Dipilihnya kedua pulau ini karena jumlah pemilih di Jawa sekitar 60% dan Sumatera 20% dari total pemilih di seluruh Indonesia.
Hasilnya, elektabilitas Jokowi di Jawa memiliki range yang cukup lebar. Elektabilitas tertinggi sebesar 60,9% Â (Jawa Tengah) dan terendah 16,7% (Banten). Sementara elektabilitas Prabowo, tertinggi sebesar 32,9% (Jawa Barat) dan terendah 6,6% (jawa Tengah). Di Sumatera, elektabilitas Jokowi tertinggi sebesar 49,9% (Sumatera Utara) dan elektabilitas Prabowo tertinggi sebesar 33,6% (Riau).Â
Dari angka-angka tersebut, pemilih non-Jokowi bisa jadi akan menjatuhkan pilihan kepada Prabowo pada pilpres 2019 nanti, mengingat hanya ada dua pasangan yang bertarung.
Jumlah pemilih pemula yang merupakan kaum milenial diperkirakan mencapai 10% pada pilpres nanti. Jumlah ini cukup besar, dan kedua pasangan perlu memikirkan cara untuk memenanginya. Kecenderungan pemilih dari kaum milenial yang menyukai tokoh muda bisa dimanfaatkan oleh Prabowo yang menggandeng Sandiaga Uno.
Masih banyak waktu menuju pilpres 2019. Strategi dari masing-masing tim pemenangan kedua pasangan menarik untuk kita saksikan. Dan apakah peta suara pilpres 2014 yang lalu akan mengalami perubahan?
Kilas Balik: Peta Suara 2014
Pada tulisan tahun 2014 yang lalu, saya mencoba memetakan perolehan suara Jokowi dan Prabowo. Secara sederhana saya mencoba memberi simbol lingkaran berwarna untuk keunggulan setiap pasangan di masing-masing wilayah. Lingkaran berwarna biru menunjukkan keunggulan Prabowo-Hatta dan lingkaran merah untuk Jokowi-JK.
Lebih lanjut lagi, kedua warna tersebut saya bagi lagi masing-masing menjadi dua jenis. Warna muda (biru muda atau merah muda) untuk menggambarkan keunggulan perolehan suara kurang dari 65% dan warna tua (biru tua dan merah tua) adalah untuk perolehan suara 65% atau lebih.
- Biru muda : hasil perolehan suara suatu wilayah yang dimenangkan oleh Prabowo-Hatta dengan prosentase < 65%
- Biru tua : hasil perolehan suara suatu wilayah yang dimenangkan oleh Prabowo-Hatta dengan prosentase 65% atau lebih.
- Merah muda: hasil perolehan suara suatu wilayah yang dimenangkan oleh Jokowi-JK dengan prosentase < 65%
- Merah tua : hasil perolehan suara suatu wilayah yang dimenangkan oleh Jokowi-JK dengan prosentase 65% atau lebih.
Di Jawa Barat yang memiliki total suara terbesar di Indonesia, Prabowo unggul dengan selisih 4,5 juta suara. Jokowi bisa menyalipnya di Jawa Tengah dengan keunggulan 6,4 juta suara. Jokowi menang mutlak di Jawa Tengah yang bisa dilihat dari warna merah di seluruh wilayah Jawa Tengah. Keunggulan Jokowi terus berlanjut di Yogyakarta (yang semuanya juga berwarna merah) dan Jawa Timur.