Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andong dan Becak di Malioboro, Riwayatmu Kini

7 Mei 2018   00:00 Diperbarui: 7 Mei 2018   01:16 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dondong opo salak, duku cilik-cilik
andong opo becak, mlaku timik-timik

Penggalan lirik dari lagu anak-anak di atas tentunya banyak diingat oleh anak-anak yang lahir di era tahun '70-an dan 80-an. Dua kendaraan tradisional andong dan becak jumlahnya masih cukup banyak pada masa-masa itu. Jika becak bisa ditemukan hampir di setiap kota, bahkan di ibukota Jakarta, maka tidak demikian halnya dengan andong yang hanya berada di Yogyakarta. Dua kendaraan tradisonal tersebut sampai sekarang masih bisa dijumpai di Malioboro, meskipun jumlahnya kian berkurang.

Sekitar pukul 10.00 WIB saya melangkahkan kaki dari penginapan di Jalan Mataram menuju Malioboro untuk sejenak menikmati suasana pagi di jalan paling terkenal di Yogyakarta yang hampir tidak pernah sepi itu. Dari titik utara Malioboro, saya berencana berjalan menuju selatan. Tidak ada niatan berbelanja, hanya menikmati yang ada di depan mata saya apa adanya.

dok. pribadi
dok. pribadi
Becak-becak berjejer di pinggir jalan, baik becak kayuh maupun becak bermotor. Demikian juga dengan andong yang parkir di sisi lainnya yang sama-sama menunggu rejeki dari penumpang. Jumlah becak dan andong yang lewat dengan membawa penumpang sepertinya bisa dihitung dengan jari. Keberadaan dua jenis angkutan tersebut kian hari memang semakin berkurang jumlahnya, terdesak oleh kehadiran mobil, sepeda motor, ojek online, hingga bus trans jogja.

Perkembangan moda transportasi yang semakin modern memang memberikan dampak pada berkurangnya jumlah andong dan becak. Jika sebelumnya masih dipergunakan sebagai transportasi umum, andong kini bisa jadi hanya berfungsi menjadi transportasi untuk pariwisata. Jika pada pertengahan tahun 1900-an jumlah andong di Yogyakarta bisa mencapai 800-900 buah, kini jumlahnya berkurang cukup drastis yaitu hanya sekitar 520 buah saja.

dok. pribadi
dok. pribadi
Pun dengan jumlah becak yang beroperasi di kota budaya dan pariwisata tersebut. Jumlah becak kayuh berkurang signifikan dalam rentang waktu 2010 hingga 2016. Pada tahun 2010 jumlah becak kayuh yang terdata oleh Data Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta sebanyak 8.300 buah. Jumlah tersebut berkurang menjadi 5.085 buah saja di tahun 2016.

Langkah saya menikmati Malioboro akhirnya terhenti di perempatan Kantor Pos Besar. Banyak wisatawan yang berkumpul dan mengabadikan momen pribadi mereka di Kilometer 0 Yogyakarta tersebut. Saya meninggalkan pusat kota Yogyakarta dan hendak menuju ke tempat kerabat di Bantul. Tentunya saya tidak menggunakan becak atau andong untuk menempuh perjalanan yang berjarak 15 kilometer tersebut.

dok. pribadi
dok. pribadi
Saya memesan ojek online yang dari tahun ke tahun makin banyak jumlahnya di Yogyakarta. Dari atas boncengan sepeda motor saya terus mengamati jumlah becak dan andong yang semakin jarang mulai dari Kantor Pos Besar, Prawirotaman, hingga akhirnya benar-benar tidak ada ketika saya melintas di perempatan ring road selatan yang hanya berjarak 2 kilometer saja dari tempat saya memesan ojek online.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun