Setelah ditelusuri, mulai dari Black Death sampai dengan pandemi cacar, kolera dan ebola, semua pandemi berakhir dengan satu kemiripan yang sama. Terdapat pemisahan yang jelas antara yang sakit dan sehat.Â
Metodenya mungkin berbeda-beda tapi prinsipnya sama. Mengisolasikan yang sakit dari yang sehat. Prinsip quarantino seperti pelaut di Venesia. Mungkin Ini yang menjelaskan kenapa pandemi dapat berakhir padahal masih belum ditemukan obat yang sesuai.Â
Apakah manusia belajar dari pengalaman pandemi di masa lalu?Â
Pada abad ke 19, butuh waktu 4 tahun bagi John Snow untuk menunjukkan pada rakyat London bahwa penyebab kolera bukanlah udara kotor yang berbau, melainkan limbah air kotor yang dibuang ke sungai Thames, yang juga menjadi sumber air minum bagi kota itu. Saat orang berhasil diyakinkan, perlahan pandemi kolera pun mereda.Â
Namun sebaliknya saat ini di Jakarta bahaya penyakit kolera mengintai warganya. Menurut penelitian tahun 2019, 40% air tanah di Jakarta sudah tercemar bakteri E.coli dan air itu menjadi konsumsi 60% penduduknya.
Tidak heran, banyak penyakit seperti kolera dan stunting banyak terjadi di kota ini. Bila tidak hati-hati Jakarta bisa jadi kota London kedua. Mirip saat wabah kolera terjadi hampir 4 abad yang lalu.Â
Dari pandemi ebola di Afrika kita tahu wabah ini terjadi 2 kali, 1976 dan 2014. Penyakit pes atau sampar masih menjadi pandemi di Indonesia tahun 2007 di mana banyak orang meninggal dunia dan pes menjadi KLB tahun itu.
Dari pemaparan di atas, kita tahu bahwa memiliki pengalaman saja tidak cukup, manusia perlu belajar dari pengalaman itu dan membuat hidupnya lebih berkualitas. Tanpa keinginan belajar, pengalaman hanyalah sebuah kisah sejarah yang tidak ada artinya.
Kita bisa berdamai dengan virus, tapi tentu berdamai dengan bijak melalui isolasi diri yang kuat. Beraktivitas dengan kesadaran untuk melakukan pembatasan jarak fisik yang sesuai prosedur. Mengabaikan hal ini justru akan menimbulkan bencana bagi diri kita dan orang yang kita kasihi.
Pengalaman pun mengajarkan bahwa tidak ada kejadian yang berdiri sendiri. Pandemi pun tidak berdiri sendiri. Seperti sebaris bait Sajak Kenalan Lamamu, karya WS Rendra :
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.