Mohon tunggu...
Daniel Kalis
Daniel Kalis Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Ingin meraih mimpi lewat untaian kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berutang ala Generasi Milenial Lewat Paylater

12 Oktober 2020   17:11 Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:22 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
beritakalimantan.co.id

Suatu hari kamu iseng membuka aplikasi belanja online favoritmu. Kamu meng-scroll daftar barang yang dijual dan tertarik pada satu barang yang saat itu sedang promo. Kamu pun lalu mengecek saldo dompet digitalmu. Ternyata, saldonya tidak cukup untuk membeli barang yang kamu inginkan tersebut. Uang fisik yang kamu punya pun sudah habis untuk kebutuhan lain. Di tengah keputusasaan itu, matamu tiba-tiba tertuju pada satu kata, paylater. 

Paylater saat ini sedang marak digunakan oleh para generasi milenial. Pada dasarnya, paylater atau dalam bahasa Indonesia berarti 'bayar nanti', adalah sebuah cara berbelanja dengan limit tertentu yang dapat dibayarkan ketika kamu gajian. 

Metode pembayaran ini dapat kita temukan di banyak platform populer di Indonesia seperti OVO Paylater yang terintegrasi dengan Tokopedia dan Grab, Gojek Paylater, Traveloka Paylater, Shopee Paylater, dan lain sebagainya. Kehadirannya dimeriahkan dengan serangkaian promo berupa cashback dan tanpa syarat yang ribet sehingga menarik minat banyak orang untuk menggunakannya.

Paylater bisa laris manis di Indonesia salah satu faktornya karena gengsi orang Indonesia yang tinggi. Orang Indonesia sering membeli barang yang tidak dibutuhkan hanya demi membahagiakan atau menarik perhatian orang-orang dalam suatu kelompok pergaulan. Rasa ingin pamer, menunjukkan bahwa dirinya bisa membeli barang-barang yang mewah, serta adanya tuntutan pergaulan menjadi faktor kunci di sini.

Sumber: cermati.com
Sumber: cermati.com
Jika kita menganalisis berdasarkan dimensi nilai Hofstede, perilaku ini termasuk dalam nilai kolektivisme yang sangat kental dalam masyarakat kita. 

Triandis dalam Samovar (2014), menjelaskan bahwa budaya kolektif memiliki penekanan terhadap pandangan, kebutuhan, dan tujuan kelompok dibandingan dengan diri sendiri. Selain itu, terdapat juga norma dan kewajiban sosial  yang ditentukan oleh suatu kelompok.

Perilaku ini dalam orientasi nilai Kluckhon dan Strodtbeck termasuk dalam orientasi masa kini. Samovar (2014) dalam bukunya mengatakan bahwa pada orientasi ini, peristiwa yang terjadi sekarang inilah yang paling penting. 

Masa depan dilihat sebagai sesuatu yang samar-samar, rancu, dan tidak diketahui. Seseorang yang menggunakan paylater menganggap bahwa peristiwa saat itulah (dalam hal ini keinginannya) yang paling penting tanpa memikirkan konsekuensi yang berpotensi terjadi ke depannya.

Pada dasarnya, paylater sama saja dengan berhutang. Saat kamu memutuskan membeli barang menggunakan paylater, maka ada tiga biaya sekaligus yang harus kamu bayar yaitu hutang pokok, bunga, serta denda jika telat membayar. Belum lagi, adanya suatu monster bernama bunga berbunga (compound interest) yang siap membengkakkan tagihamu.

Sepandai apapun kamu mengatur uang, saat sudah jatuh dalam gaya hidup konsumtif dengan berbelanja menggunakan uang yang tidak kamu miliki, maka kamu sudah masuk dalam jebakan batman. Jebakan ini berupa telat membayar tagihan yang selain membuatmu harus merasakan bunga berbunga plus denda, masih ditambah dengan telepon dari debt collector yang seolah tidak pernah capek menagih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun