Mohon tunggu...
Jerremiah P
Jerremiah P Mohon Tunggu... Freelancer - Who am i?

Hanya sekedar mencoba, kalah atau menang adalah takdir yang tak terelakkan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tolong, Aku Akan Mati

3 Mei 2019   21:25 Diperbarui: 3 Mei 2019   21:37 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini, mungkin adalah malam yang paling buruk dalam sejarah hidup saya. Saya berakhir dengan tidak memiliki siapapun, apapun, hanya saya. Tidak ada teman, sahabat, orang yang mungkin mencintai saya. Atau siapapun! Ibu? Tidak usah khawatir, wanita itu meninggal saat saya bahkan belum bisa menyebut nama saya sendiri. Ayah? Juga sudah meninggal, mungkin lima tahun yang lalu. Saya terlalu sibuk, bahkan untuk menghadiri pemakaman ayah pun saya tidak sanggup. Menarik bukan, saya tidak benar -- benar mengenal ibu saya ketika dia dikubur, dan saya tidak benar -- benar ingin hadir dan memang tidak hadir saat ayah saya mendapat giliran.

Jadi di usia tiga, saya akhirnya dititipkan pada nenek saya yang adalah ibu dari ayah saya. Pada usia empat, nenek saya menitipkan saya pada bibi saya, yang adalah anak perempuannya. Ayah saya dimana saat itu? Sibuk dengan pekerjaannya. Walaupun sampai saat ini saya masih harus mengakui, pria itu melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan untuk anak -- anaknya.

Bicara soal anak -- anak ayah, saya punya seorang kakak perempuan dan satu kakak laki -- laki. Kakak perempuan saya sibuk berjuang dengan dirinya sendiri. Maksud saya, apa yang bisa kalian harapkan dari seorang gadis kelas tiga SMP yang ditinggal mati ibunya? Abang saya disisi lain sedikit lebih baik. Dia berakhir pada narkotika tepat ditahun pertamanya menginjakkan kaki dibangku kelas satu Sekolah Menengah Atas.

Tapi, mari kita bicara tentang saya. Karena saya tidak cukup dekat dengan kedua saudara kandung saya itu. Saya bahkan tidak tahu dimana mereka sekarang. Baiklah, saya tahu dimana mereka berada, tapi siapa peduli? Dan lagi, saya satu -- satunya yang mencoba untuk bunuh diri malam ini. Seperti yang dilakukan ibu saya sekira dua puluhan tahun lalu. Seperti yang kakak perempuan saya sempat ingin lakukan, tapi entah alasan apa dia mengurungkan niatnya.

Dari tiga bersaudara, mungkin hidup saya yang paling beruntung. Bagaimana tidak, saya dibesarkan dirumah seorang wanita terdidik, bekerja sebagai pegawai negri sipil dan hanya punya satu anak laki -- laki. Juga, suami dari bibi saya berasal dari kalangan cukup kaya. Tidak sekaya keluarga ibu saya, tapi setidaknya saya tidak menderita seperti kakak -- kakak saya.

Sebagai tambahan, sebelum saya melanjutkan. Bagaimana saudara -- saudara saya bisa menderita? Karena waktu itu keluarga ibu saya tidak perduli pada mereka, sebenarnya keluarga ayah saya juga tidak. Tapi, ayah saya adalah orang baik, dia tetap membanggakan keluarganya, saudara -- saudarnya bahkan membantu mereka disaat ayah saya dalam kondisi paling terpuruk sekalipun. Bukan hanya satu, empat saudara ayah saya bergantung padanya saat dia masih hidup. Satu -- satunya yang tidak bergantung pada ayah saya setelah dewasa adalah, nyonya besar satu ini, bibi saya, yang cukup beruntung menikahi pria kaya dikampungnya.

Bagaimana masa kecil saya yang istimewa itu?

Sangat baik. Kalau saja saya tidak harus menceritakan kematian nenek saya disaat saya masih kelas empat sekolah dasar. Atau sekedar mendapat edukasi seks dari sepupu saya, yang tadi saya katakan anak semata wayang bibi saya. Dan sayangnya dia seorang laki -- laki, saya seorang laki -- laki. Beberapa tahun belakangan, saya menyalahkan sepupu saya atas kondisi saya saat ini. Saya menjadi seorang homoseksual, bahkan tidak tertarik sama sekali pada wanita manapun.

Lalu?

Lalu, saya dirumah itu hanya Sembilan tahun. Pada kelas sepuluh sekolah menengah, saya akhirnya dikembalikan ke kampung halaman, tinggal bersama kakak perempuan saya berharap saya akan menjadi lebih baik. Sayangnya, usaha ayah saya tampaknya gagal. Maksud saya, apa yang bisa kalian harapkan dari seorang wanita putus asa dengan pernikahannya, menjadi korban kekerasan rumah tangga, dan diharuskan membesarkan seorang anak laki -- laki yang beranjak dewasa? Konyol!

Kakak saya adalah wanita terkuat yang pernah saya kenal. Setidaknya dari semua yang dia lalui, walaupun pernah terbersit untuk bunuh diri, toh dia tidak melakukannya. Kakak saya menderita, sangat! Diusia remaja, dia harus menggugurkan kandungannya (jangan Tanya kenapa?) lalu akhirnya menikah diusia muda dan berakhir buruk. Lalu kemudian menikah lagi, menjadi korban kekerasan suaminya. Saya bahkan pernah melihat kakak saya ditelanjangi didepan saya oleh suami keduanya, beruntung waktu itu saya masih sangat kecil. Lalu kini menikah untuk ketiga kalinya, yang walaupun masih mendapatkan kekerasan verbal, setidaknya saya tahu kakak saya akan baik -- baik saya. Bagaimanapun dia adalah kakak saya, saya pasti mencintainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun