"Ada semacam kesadaran psikologis masyarakat bahwa membaca buku dalam bentuk cetak jauh lebih menyenangkan daripada Ebook."
Tahun 2015 adalah titik balik saya dari pembaca menjadi penjual buku. Saya masih ingat Desember 2015, diguyur oleh tetesan hujan, tidak mengurangi niat untuk melamar pada salah satu distribusi penjualan buku terbesar di Indonesia. Sebut saja perusahaan X.Â
Saya mulai memahami margin penjualan buku, hingga segmentasi distribusi buku. Tanpa ada pelatihan yang intensif, saya harus berinisiasi mendistribusikan ribuan, bahkan lebih, buku yang berada di gudang hingga ke tangan pembaca.Â
Awalnya saya pesimis dengan bisnis buku. Ini diawali dengan asumsi sederhana bahwa Indonesia menempati urutas ke-6 paling bawah dari kurang lebih 68 negara di dunia. Saya bisa membayangkan bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang literasi--sebut saja buku--mampu menciptakan pasar yang konstan.Â
Singkat cerita, hal-hal dalam bayangan saya terjadi. Ketika itu 60% buku yang berada di tangan kios penjual buku melakukan refund. Kondisi pelik yang terjadi ternyata telah sering terjadi, beberapa perusahaan yang tidak bisa bertahan dengan situasi semacam ini terpaksa berhenti.Â
Sebetulnya, apa sih yang membuat kios penjual buku me-refund? Saya tidak menemukan jawaban yang pasti. Selain jabatan saya yang rendah, ada sebuah privasi perusahaan yang tidak boleh sembarang orang tahu.Â
Pada tahun 2015, memang telah gencar buku digital yang menguasai para pembaca buku. Dengan mudah, orang akan mengakses melalui unggahan e-book gratis di website.Â
"Ada 3 alasan penting saya ingin berwirausaha dengan buku. Pertama, margin keuntungan buku terbilang besar dibandingkan komoditi bisnis lain. Kedua, penguasaan genre dan pilihan buku. Ketiga, networking penerbitan buku."
Saya mulai mengerti, teori disrupsi telah terjadi pada industri percetakan dan penjualan buku. Cara orang mendapatkan bacaan pun kini mengalami perubahan, dari semula buku menjadi networking google. Wikipedia, ebook dan lain sebagainya telah memberi racun pada tumbuh kembangnya industri perbukuan.Â
2 tahun berturut-turut saya ikuti perkembangan alur pemasaran yang berubah. Namun, penjualan buku masih terbilang fluktuatif atau tidak sepenuhnya merugi. Ada juga keuntungan yang didapat. Ada semacam kesadaran psikologis masyarakat bahwa membaca buku dalam bentuk cetak jauh lebih menyenangkan daripada Ebook.Â