Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa Nama Ahok Disebut di Surat Wasiat Penyerang Mabes Polri?

12 April 2021   01:14 Diperbarui: 12 April 2021   14:12 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat wasiat Zakiah Aini, penyerang Mabes Polri, pada 31 Maret 2021 (Beritasatu.com).

Semula Djarot merasa jemaah di masjid itu menerima kedatangannya. Bahkan mereka sempat meminta bersalaman dan berfoto. Namun, situasi berubah ketika seorang takmir menyampaikan larangan memilih pemimpin non-muslim. "Sebetulnya jemaahnya tidak apa-apa. Cuma tadi takmirnya yang mulai provokasi," ujar Djarot.

Demikian pula saat Djarot mengunjungi kelurahan Kembangan Utara, di Jakarta Barat, pada 19/11/2016, ia dihadang dan diusir oleh sejumlah pemuda dengan alasan karena Djarot berpasangan dengan Ahok si penista agama.

Dua peristiwa itu merupakan contoh pada Pilkada DKI Jakarta 2017 betapa generasi milenial sudah berhasil diprovokasi sedemikian dalamnya dengan politik identitas dengan kebencian berdasarkan agama.

Efeknya pun berkelanjutan sampai ke peristiwa penyerangan Mabes Polri oleh perempuan muda milinela bernama Zakiah Aini yang baru berusia 25 tahun.

Unjuk rasa yang berjilid-jilid pun diisi sepenuhnya dengan penyebaran kebencian tersebut. Berkali-kali orator unjuk rasa mengumandangkan "bunuh Ahok", "darah kafir Ahok halal."  Kebencian seperti itu sampai meresapi anak-anak muda, bahkan sampai ke anak-anak kecil. Ketika itu, sempat viral pula ada segerombolan anak-anak yang berpawai sambil berdendang "bunuh Ahok!" berulang-ulang.

Saking destruktifnya pilkada DKI Jakarta 2017 itu sampai menarik perhatian internasional.

Inilah untuk pertama kalinya sebuah pilkada di Indonesia sampai menarik perhatian dunia. Media-media di berbagai negara memberitakan dan mengulasnya, Amnesti Internasonal pun sampai memberi pernyataan kritisnya, hingga memasukkannya ke dalam laporan tahunan tahun 2017 mereka.

Pada 22 Februari 2018, Amnesti Internasional merilis laporan tahunan tahun 2017 mengenai situasi Hak Asasi Manusia di 159 negara, termasuk Indonesia. Dalam laporannya itu, Amnesti Internasional antara lain menyatakan bahwa tahun 2017 merupakan penanda berkembangnya secara signifikan politik kebencian di Indonesia berlandaskan agama, terutama di DKI Jakarta dalam pemilu gubernur dan wakil gubernur 2017.

Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid, di Jakarta, dalam merilis laporan Amnesti Internasional tersebut mengatakan, politik kebencian menggunakan sentimen moralitas agama di Indonesia. Salah satunya yang paling destruktif adalah pada pilkada DKI Jakarta 2017. Ketika itu, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok divonis dua tahun penjara akibat dianggap menodai agama Islam.

"Lawan politik Ahok menggunakan sentimen anti-Islam untuk mengumpulkan ratusan ribu massa di Jakarta dan menekan penegak hukum memenjarakan Ahok," kata Usman Hamid ketika itu.

Sejak sekitar tahun 2015-2016 sudah mulai beredar isu di kalangan umat Islam DKI Jakarta bahwa haram bagi umat Islam memilih seorang kafir Ahok menjadi pimpinan (gubernur) mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun