Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kemustahilan yang Dilakukan Presiden Jokowi di Papua

20 Oktober 2016   01:02 Diperbarui: 4 April 2017   17:36 13714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Presiden Jokowi memayungi Gubernur Papua Barat Lukas Enembe yang menjadi viral (Merdeka.com)

Ya, Jokowi secara dengan sangat tepat menjawab, inilah saatnya pemerintah pusat mengamalkan sila ke-lima dari Pancasila kepada rakyat Papua.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menyinggung mengenai sikap rakyat Papua yang selama ini pasrah menerima saja harga BBM yang luar biasa mahalnya itu, berbeda jauh dengan masyarakat di daerah lain (terutaam di Jawa, lebih-lebih lagi di Jakarta),  yang jauh lebih maju dan sejahtera hidupnya; harga BBM dinaikkan Rp. 1.000 per liter saja, langsung menolak dengan melakukan unjuk rasa besar-besaran.

Jauh sebelum Jokowi menyinggung tentang ini, masyarakat Papua sudah lama sering merasa heran dengan sikap manja dan cengengnya masyarakat di Jawa, terutama di Jakarta, yang setiap kali harga BBM dinaikkan pemerintah, langsung mengamuk, diprotes dengan unjuk rasa besar-besaran, sampai menuntut Presiden Jokowi mundur segala, bahkan tak jarang berujung pada unjuk rasa yang anarkis. Lebih ironis lagi itu lebih sering dilakukan oleh massa mahasiswa yang nota bene lebih terpelajar daripada rata-rata rakyat Papua.

Seolah-olah dengan kenaikan harga BBM Rp. 1.000 per liter itu segera membuat mereka semua menderita jatuh miskin, hidup sengsara, padahal kalau beli rokok dan pulsa ponsel yang jauh lebih tinggi harganya, bukan masalah.

Namun demikian, bukan berarti pula Jokowi tidak mau tahu dengan kerugian yang harus ditanggung BUMN itu.

Jokowi tahu bahwa dibandingkan dengan hak istimewa yang diperoleh Pertamina dari pemerintah, dan keuntungan yang diperolehnya dari berbagai sektor lainnya, selama ini, kerugian Rp. 800 miliar itu relatif menjadi tidak berarti, karena bisa ditutupi dengan cara subsidi silang, keuntungan pun masih tetap besar bagi Pertamina.

“Rp, 800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana. Itu urusan Pertamina,: yang penting masyarakat Papua kini bisa menikmati harga premium yang sama dengan saudara-saudaranya di Jawa, merupakan bentuk pelayanan pemerintah Pusat kepada meraka yang tanahnya selama pulihan tahun diekplotasi untuk membangun Jawa.”, kata Jokowi dalam sambutannya di Yahukimo itu.

Jokowi sangat benar, apalagi jika dibandingkan dengan ribuan triliun kekayaan alam Papua yang selama puluhan tahun dan masih berlangsung terus sampai sekarang, dieksplorasi oleh pemerintah pusat demi membangun Jawa, kerugian Rp. 800 miliar per tahun itu hanyalah berupa uang receh saja.

Apalagi konsumsi premium di Papua terbilang relatif kecil jika dibandingkan dengan daerah lainnya.

Berdasarkan data dari harian Kompas, konsumsi premium di Papua Barat rata-rata 9.640 kiloliter, dan solar 3.718 kiloliter per bulan, sedangkan di Papua rata-rata 20.339 kiloliter premium dan 8.269 kiloliter solar per bulan.

Bandingkan dengan konsumsi premium di DKI Jakarta saja, yang sekitar 4.000 kiloliter per hari!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun