Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ternyata, Megawati-lah yang Pernah Memarahi Presiden Jokowi di Depan Umum  

3 Desember 2015   16:28 Diperbarui: 3 Desember 2015   16:50 10134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rini yang diminta konfirmasi, memilih tak mau menjawabnya, apakah benar atau tidak informasi tersebut. Tetapi jika tak benar, bukankah pasti Rini sudah membantahnya? Kata pepatah: diam itu berarti setuju.

Dengan demikian, kita tidak perlu kaget, ketika membaca berita bahwa ternyata Megawati-lah yang pernah memarahi Presiden Jokowi di depan umum. Hal itu bisa dilakukan, karena bagi dia, Jokowi tidak lebih dari petugas partai, yang harus tunduk kepadanya, sebagai Ketua Umum Partai (PDIP).

Untungnya, ketika itu, Jokowi bisa membuktikan jatidirnya sebagai seorang Presiden dengan hak-hak prerogatifnya, saat dia menolak kehendak Megawati untuk tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri, sebagaimana rencana semula.

Ujian Kedua bagi Jokowi

Sekarang independensi Jokowi dengan hak-hak prerogatifnya sebagai seorang Presiden  itu kembali diuji lagi. Hal ini terkait dengan adanya hasrat kuat pihak-pihak tertentu di legislatif dan di eksekutif melakukan revisi UU KPK. Yang menjadi masaah besar adalah hasrat merevisi UU KPK itu sesungguhnya hanyalah kamuflase belaka dari upaya untuk melemahkan dan membunuh KPK secara perlahan-lahan.

Sikap Jokowi sampai saat ini masih terlihat abu-abu, tak pasti, apakah ia sebagai kepala pemerintahan mendukung sepenuhnya revisi UU KPK terkamuflase itu.

Hal yang menjadi tanda tanya juga adalah sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang terus bekerjasama dengan DPR untuk membahas revisi UU KPK itu, padahal sebelumnya Jokowi sudah menyatakan menolak revisi UU KPK jika maksudnya hanya melemahkan KPK.

Pada konteks ini, ada kesan Yasonna Laoly yang juga politisi PDIP itu, lebih mendengar Ketua Umum PDIP, Megawati, daripada Presiden Jokowi.

Sedangkan sikap Megawati terhadap eksistensi KPK, lebih selaras dengan semangat revisi UU KPK dengan maksud melemahkan KPK itu. Hal itu tercermin dari pidatonya yang pernah diucapkan saat memperingati hari Konstitusi Internasional, di Gedung MPR, 18 Agustus 2015. Ketika itu, Megawati antara lain mengatakan, KPK perlu dibubarkan jika korupsi sudah tidak ada lagi di Indonesia (baca: Otak dari Revisi UU KPK adalah Megawati?). Embel-embel “jika korupsi sudah tidak ada lagi di Indonesia” bagi saya hanyalah upaya menyembunyikan maksud sebenarnya, yaitu, KPK cepat atau lambat harus dibubarkan. Sebab, tidak mungkin yang namanya korupsi itu bisa tiada dari muka bumi ini, apalagi di Indonesia. Yang bisa dilakukan adalah menekankannya sampai seminimal mungkin, dan untuk itulah sangat perlu adanya KPK seterusnya.

Pernyataan Megawati tentang pembubaran KPK itu seiring dengan semangat Fraksi PDIP sebagai inisiator utama untuk mengaktifkan kembali upaya revisi UU KPK tersebut. Demkian juga dengan semangat mengebu dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang terus menjalin kerjasamanya dengan DPR untuk merealisasi revisi UU KPK yang sudah lama dicita-citakan itu.

Jadi, patut diduga bahwa semangat PDIP plus Yasonna Laoly memperjuangkan revisi UU KPK dengan poin-poin yang justru melemahkan dan secara perlahan-lahan mematikan KPK itu merupakan perintah langsung dari Megawati sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun