Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ibu Saya Kartini Sejati

21 April 2025   16:02 Diperbarui: 21 April 2025   16:02 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
R.A. Kartini (https://www.dewatanews.com)

Ibu Saya Kartini Sejati

(Saya adalah anak laki-laki,
yang tidak pernah berkebaya
apalagi bersanggul
Tapi saya punya kakak dan adik
perempuan)

Saya masih ingat, dulu sekali
Waktu jaman saya masih sekolah di SD, SMP, juga di SMA
Di sebuah kota kecil perbatasan Jawa Timur - Jawa Tengah
Kenangan itu sangat mapan
Setiap 21 April, selalu ada upacara Memperingati Hari Kartini
Terutama para siswi diperintahkan oleh ibu Guru
Semua wajib memakai baju kebaya ala R.A. Kartini

(Perintah wajib itu melanggar HAM atau tidak ?
Sama sekali tidak terlintas dalam benak saya perintah itu melanggar HAM
Juga ayah, ibu, kakak, dan adik tidak pernah berpikir seperti itu
Semua patuh melaksanakan perintah ibu Guru)

Seminggu sebelum tiba waktunya untuk berkebaya
Ibu saya pasti sudah sibuk mencari bahan kebaya
Dengan teliti ibu mengukur badan kakak dan adik perempuan saya
Lantas menjahit sendiri baju kebaya kecil sesuai ukuran mereka

(Jaman dulu belum ada sewa-menyewa pakaian)

Sementara ibu menjahit,
ayah mengajak kakak dan adik perempuan saya ke toko sepatu
mencari selop yang cukup dengan ukuran kaki mereka
dan tentu saja yang mirip dengan selop yang dikenakan R.A. Kartini
seperti dalam foto-foto yang dipajang di sekolahan
Tiba di rumah, kakak dan adik perempuan saya semua bergembira
Ibu saya matanya berbinar menyaksikan calon kartini-kartininya ceria
Ternyata tidak hanya mereka yang bergembira, saya pun bergembira
Ayah membelikan sebuah blangkon untuk saya, seperti yang dipakai para ningrat Jawa

Tepat pada 21 April
Pagi-pagi buta ayah sudah membangunkan kami
Semua disuruh segera mandi dan beribadah
Sarapan pun sudah tersedia, semua ibu yang mengolah
Seusai sarapan, kakak dan adik perempuan saya didandani oleh ibu.
Peralatan dandannya semua ada di dalam kotak milik ibu.
Dipakaikan mereka baju kebaya lengkap dengan segala pernak-perniknya
Tidak lupa hiasan konde mungil, cantik benar mereka tampil
Lalu ibu mengajarkan mereka berjalan dengan selop di kaki
Langkahnya halus sangat santun
Kata ibu, agar mriyayeni.

Baca juga: Pembunuh Waktu

Jarum jam telah menunjukkan saatnya masuk sekolah
Kakak dan adik perempuan saya sudah menjelma R.A. Kartini
Di jalanan pun sudah banyak bidadari-bidadari serupa Kartini
Mereka berjalan dengan langkah kecil-kecil
Menebarkan wangi semerbak di sepanjang jalan menuju sekolahan
Diantar ibu-ibu mereka dengan wajah yang berbunga-bunga
Mereka semua bangga menampilkan hasil karyanya
Kartini-kartini kecil yang menjadi harapannya di masa depan
Yang akan menggantikan peran mereka
mempercantik negeri ini dengan ilmu dan keahliannya
serta landasan kepribadian yang paling mulia

Baca juga: Lanskap

(ya, pemandangan saat itu tidak pernah terabadikan
dalam jepretan kamera ponsel atau lukisan tangan
Lalu disimpan mengisi di ruang galeri,
atau mungkin dipampang rapih pada status media sosial
Bagi saya,
kenangan itu tetap abadi menghiasi relung hati
dan sampai saat ini saya betul-betul mengerti
bahwa: Ibu saya adalah Kartini sejati)
(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun