Mohon tunggu...
Ikhsanul Wildan Handi Muhammad
Ikhsanul Wildan Handi Muhammad Mohon Tunggu... Atlet - Berdiri Sendiri

MERDEKA MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Widji Thukul, Sajak Perlawanan yang Hilang

24 Juli 2019   20:36 Diperbarui: 25 Juli 2019   11:00 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Widji Widodo atau yang akrab disapa Widji Thukul adalah seorang sastrawan nasional dan juga salah satu aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) ia memiliki berbagai karya puisi serta banyak prestasi yang sudah ia torehkan semasa hidupnya,

Widji lahir di Solo pada tanggal 23 Agustus 1963,sedari kecil memang ia sangat menggemari seni terutama di bidang sastra hal itu dibuktikan saat Widji sudah mulai menulis puisi sejak berada di bangku sekolah dasar,selanjutnya pada waktu SMP Widji bergabung dengan salah satu grup teater yang bernama kelompok Teater Jagat,setelah SMP ia sempat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Karawitan namun ia harus berhenti sekolah karena masalah finansial keluarganya.

Hidup seorang Widji Thukul bisa dibilang penuh perjuangan dan kerja keras,sadar ia bukan dari keluarga yang mampu,Widji merupakan sosok yang pekerja keras dan memiliki kepedulian tinggi terhadap sesamanya.

Dahulu Widji pernah bekerja menjadi pengamen puisi,ia juga sempat menjadi tukang pelitur di suatu perusahaan meubel di Solo,bahkan ia juga sempat menjadi calo karcis bioskop.

Widji Thukul mempunyai istri seorang buruh yang bernama Siti Dyah Sujirah atau yang kerap dipanggil Sipon.Mereka di anugerahi dua orang anak yaitu si sulung Fitri Nganthi Wani dan anak terakhir bernama Fajar Merah,Fajar saat ini meneruskan jejak sang ayah sebagi seniman ia menyanyikan lagu-lagu yang liriknya di ambil dari puisi karya ayahnya.

Selain sastrawan Widji Thukul juga merupakan salah satu aktivis HAM yang loyal dalam memperjuangkan sesamanya.Hampir semua puisi karyanya terdapat sajak-sajak bernada perlawanan dan selalu memiliki pesan serta kritikan tersirat dari setiap sajak yang ia tuliskan, beberapa puisi karya Widji Thukul yang terkenal antara lain "Bunga dan Tembok","Peringatan"&"Sajak Suara" dari ketiga judul puisi diatas semua isinya berisi kritikan yang ditujukan untuk pemerintah pada saat itu.

Karena puisinya tersebut Widji Thukul sering dikatakn subversif hingga kerap mendapat kriminalisasi oleh oknum suruhan pemerintahan pada masa itu,tetapi hal tersebut tidak membuat seorang Widji takut dan berhenti menyuarakan kebenaran, ia justru semakin lantang melawan melalui kata-kata yang ia rangkai.

Widji kerap mengikuti berbagai aksi demonstrasi di berbagai daerah menentang pemerintah pada masa itu,hingga pada akhirnya pada tahun 1998 Widji Thukul dan beberapa rekannya diculik oleh tim khusus bentukan pemerintah yaitu tim Mawar,karena Widji dan rekan rekan aktivis lainnya dianggap menentang pemerintah dan membahayakan kekuasaannya.

Hingga saat ini beberapa aktivis korban penculikan masih banyak yang belum ditemukan dan ada sebagian yang bisa kembali dalam keadaan hidup dan ada juga yang ditemukan meninggal, kasus ini seperti lepas dari perhatian pemerintahan era reformasi,tidak ada kejelasan dimana sebenarnya keberadaan mereka saat jni.

Sipon istri Widji pun berkali kali meminta kepada pemerintah untuk mengusut kasus ini tetapi respon presiden dari tahun ke tahun tetap sama saja.

Nama Widji Thukul dan rekan rekannya sampai saat ini selalu dikenang oleh sebagian orang sebagai lambang perlawanan yang abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun