Mohon tunggu...
Dandi Bachtiar
Dandi Bachtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ayah dari tiga putra dan putri

Manusia biasa yang sedang berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Abdullah Hussain, Sastrawan Negara Malaysia Pejuang Kemerdekaan Indonesia

10 Juni 2012   23:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:08 2718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER FOTO: Majalah Dewan Sastera edisi Mei 2012

Siapa sangka seorang sastrawan besar Malaysia ternyata pernah ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia? Beliau adalah Abdullah Hussain, yang dianugerahi gelar sastrawan negara di Malaysia. Tokoh kelahiran Kampung Limau Dalam, Yan, Negeri Kedah, Malaysia pada 25 Maret 1920 ini di masa mudanya sudah memiliki minat yang sangat kuat terhadap sastra. Hobinya membaca. Hampir semua bacaan sastra yang umumnya tumbuh subur di wilayah Indonesia kala itu telah menjadi santapannya. Abdullah Hussain muda sudah mengenal penulis-penulis Indonesia, umumnya yang diterbitkan di Medan, seperti Hamka, Yoesoef Sjoeib, A. Hasjmy, Matu Mona, Moh. Said dan lain-lain.

Di Malaysia, ketokohan Abdullah Hussain sudah dikenal luas. Sebagai sastrawan beliau berkali-kali mendapat anugerah. Tahun 1981 mendapat penghargaan S.E.A          Write Award yaitu perhargaan kepada sastrawan se-Asia Tenggara, bersama-sama Goenawan Mohamad dari Indonesia. Puncaknya di tahun 1996 beliau dinobatkan sebagai Sastrawan Negara ke-8 oleh pemerintah Malaysia atas sumbangannya yang luar biasa dalam karya seni sastra. Karya sastra yang dihasilkannya cukup beragam, mulai dari cerpen, sajak, esei, novel, biografi, autobiografi dan juga tulisan-tulisan umum populer. Produktifitas penulisan yang sangat tinggi itu didukung oleh latar belakang kehidupan beliau yang sangat beragam dan penuh warna. Beliau memiliki jiwa petualang dan progresif. Falsafah hidupnya yang mencintai kemerdekaan membentuk jiwa berontak  anti penjajahan. Faham nasionalisme  yang kuat di dada telah membawa beliau ikut membantu perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di tanah leluhurnya di Aceh. Kisah heroik beliau dalam perjuangan tersebut direkam dengan sangat memikat dalam beberapa novel semi-autobiografinya, seperti Terjebak, Peristiwa, Aku Tidak Minta. Ketiga buku ini merupakan trilogi kisah beliau dalam masa-masa pendudukan Jepang dan pasca kekalahan Jepang di Perang Dunia II di medan perjuangan tanah Aceh.

Novel Terjebak diterbitkan tahun 1964 di Kuala Lumpur. Mengisahkan masa awal Abdullah menjadi spion Jepang dari Tanah Melayu yang disusupkan secara rahasia ke Sumatera yang sedang dijajah Belanda. Tugasnya sebagai mata-mata Jepang mempersiapkan kedatangan Jepang ke Sumatera. Kala itu Desember 1941 armada Jepang telah menyerbu Tanah Melayu di Kedah, dan bersiap-siap memasuki wilayah Sumatera dan juga Aceh. Dalam zaman Jepang berkuasa di Aceh, beliau telah bergabung dalam pemerintahan setempat dan akhirnya menjadi polisi di Langsa.

1339371025995806146
1339371025995806146

Abdullah Hussain muda sebagai polisi di Aceh antara 1943-1945

(Sumber: Novel Autobiografi Sebuah Perjalanan)

Novel Peristiwa diterbitkan setahun kemudian (1965), sambungan kisah sebelumnya. Yaitu masa keruntuhan kekuasaan Jepang, dan revolusi Indonesia 1945. Belakangan novel ini juga telah diterbitkan oleh Balai Pustaka di tahun 1990 dengan judul Peristiwa Kemerdekaan di Aceh. Dinamika dan pergulatan revolusi Indonesia di Aceh sangat rumit. Pertempuran dan persengketaan bukan saja dengan penjajah, namun juga terjadi konflik sesama bangsa sendiri, membuat suasana mencekam dan kalang kabut di banyak tempat. Abdullah berhasil merekamnya lewat penuturan kisah pribadi beliau sendiri yang terlibat langsung di sana. Buku tersebut dalam versi pdf dapat dinikmati di sini. Bahkan beliau sendiri terlibat konflik yang membuat beliau meninggalkan tanah Aceh kembali ke negeri kelahirannya.

Jiwa pengabdiannya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak padam. Dari tanah seberang beliau membantu dengan cara lain. Abdullah berperan sebagai agen di Pulau Pinang dan kemudian di Pukhet Thailand, membantu perdagangan barter Aceh dengan dunia luar. Kisahnya di masa ini dimuat dalam novel Aku Tidak Minta. Beliau bekerjasama dengan tokoh pejuang RI terkenal John Lie dan perwira muda Soedomo dalam memasok senjata dan obat-obatan untuk keperluan revolusi. Pengabdian di Phuket berakhir begitu telah tercapai perdamaian RI dengan Belanda melalui Konferensi Meja Bundar 1949.

133937132332860485
133937132332860485

Gambar Abdullah Hussain bersama Soedomo muda di Pukhet sekitar tahun 1947

dikutip dari buku Autobiografi Sebuah Perjalanan

Setelah era perjuangan mempertahankan kemerdekaan berakhir, Abdullah pun melepaskan diri dari urusan negara Indonesia. Beliau meniti karirnya di negara sendiri Tanah Malaya yang kala itu masih dijajah oleh British. Banyak macam profesi beliau geluti dalam mengarungi hidup, dan sepertinya dunia seni sastera lah bidang pengabdian yang paling sesuai buat dirinya. Berbagai karya sastra baik novel, cerpen, resensi, biografi tokoh telah banyak dihasilkan. Novel-novelnya yang banyak diapresiasi oleh masyarakat di Malaysia seperti Interlok, Imam, Konserto Terakhir telah menghantarkan beliau menjadi sastrawan yang paling terkemuka di negara jiran ini.

Pada tahun 1984 Abdullah Hussain menulis autobiografinya yang menceritakan kisah hidupnya sepanjang 40 tahun. Buku setebal 800-an halaman tersebut terasa singkat karena sangat padat dengan kisah-kisah menarik beliau sejak di lahirkan hingga beliau berkarir sebagai pengarang. Sungguh beruntung beliau dianugerahi usia yang panjang oleh Allah SWT. Dalam usianya yang kini mencapai 92 tahun, beliau tidak uzur. Pikirannya masih jernih. Hanya fisik memang sudah tidak bisa sempurna seperti dulu lagi. Hari-harinya dilalui dengan membaca Quran, dan membaca cerpen-cerpen baru yang selalu dikirim oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Menulis masih dapat dilakukan, walau hanya mampu secara manual di atas kertas.

1339371379782607342
1339371379782607342

Abdullah Hussain dikunjungi oleh pejabat teras Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia 2011

Pribadi beliau patut menjadi teladan bagi kita. Sebagai tokoh besar di Malaysia dan kebetulan pula yang pernah memiliki kisah silam yang manis dengan Indonesia, beliau dapat menjadi simbol persahabatan yang abadi antara kedua negara serumpun ini.  Kita doakan bersama semoga beliau selalu dalam keadaan sehat dan dapat mengisi hidup di hari tuanya ini dengan gembira dan bahagia bersama keluarga tercinta.

Sumber bacaan dan foto:

1.Wikipedia

2.Novel autobigrafi Sebuah Perjalanan

3.Novel Terjebak

4.Novel Peristiwa

5.Novel Aku Tidak Minta

6.Majalah Dewan Sastera

7.Di Rumah Abdullah Hussain (www.dwnsastera.dbp.my)

8. Abdullah Hussain (www.melayuonline.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun