Mohon tunggu...
Danar Drestanto
Danar Drestanto Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Topeng yang berusaha mengubah dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Redupnya Makna "Cinta" di "Zaman Now"

11 Januari 2018   15:20 Diperbarui: 12 Januari 2018   00:45 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cinta, seringkali diartikan sebagai ungkapan perhatian dan kasih sayang kepada seseorang. Cinta juga sering diartikan sebagai hasrat menggebu kepada suatu objek. Karenanya setiap kali kata cinta terucap, kita hanya akan berpikir tentang kasih sayang itu sendiri.

Kasih sayang yang kita tahu selama ini, timbul karena adanya kenyamanan. Artinya, cinta lahir karena ada kenyamanan. Kenyamanan ada karena kecocokan dan keserasian.

Refleksi yang mudah kita lakukan untuk memaknai cinta, adalah "Apakah yang terjadi pada cinta ketika sudah tidak ada lagi kasih sayang dan keserasian?" 

Apakah cinta menghilang? Jika cinta adalah perasaan yang bisa menghilang, lalu untuk apa cinta hadir? Bukankah kita sering mengangungkan cinta ketika kita jatuh cinta terhadap seseorang? 

Sejenak refleksi diperlukan di sini. Cinta yang kita agungkan ketika kita jatuh cinta, adalah semata-mata karena kita sedang "jatuh" terhadap cinta itu sendiri. Sedang cinta, sifatnya tak pernah menjatuhkan siapapun.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dorothy Tennov yang ditulis oleh Gary Chapman dalam bukunya yang berjudul "The 5 Love Languages", menemukan bahwa obsesi terhadap romantisme(yang di sini saya sebut sebagai jatuh cinta itu sendiri) hanya bertahan selama kurang lebih 2 tahun. 

Lalu kita kembali bertanya, untuk apa cinta hadir kalau begitu? Bukankah cinta adalah kesempurnaan perasaan dari semua perasaan yang ada?

Cukup sederhana sebenarnya. Kita tahu bahwa "jatuh cinta" hanya berkisar antara 2 tahun saja. Maka, setelah "jatuh", yang perlu kita lakukan adalah "bangun". Saya sebut ini sebagai "bangun cinta". Karena cinta sejati, merupakan sintesis antata "jatuh dan bangunnya cinta."

Pembangunan itu, hakikatnya dimulai dari 0. Dan pembangunan itu, tidak bertujuan apa-apa selain bangunan yang hendak kita bangun. Bangunan itu adalah cinta.

Yang namanya bangun, tidak pernah lepas dari tantangan demi tantangan yang menyulitkan. Contoh sederhananya bangun di pagi hari. Kita sudah tahu bahwa bangun pagi adalah baik dan wajib untuk kita. Misal untuk solat shubuh, untuk persiapan menuju sekolah, kerja. Tetapi, sehebat apapun pengetahuan kita tentang bangun pagi, tetap saja diperlukan usaha yang kuat untuk "bangun" agar tidak "terjatuh" lagi ke dalam alam tidur kita.

Begitu pun cinta. Jika kita benar-benar mengagungkan cinta, sudah seharusnya kita bergerak dan berusaha untuk eksistensial cinta itu sendiri. Bukan untuk diri kita, pun bukan untuk objek cinta kita seperti pasangan, orang tua, anak, dan yang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Kahlil Gibran, bahwa "Cinta tidak memberikan apa-apa melainkan dirinya. Dan tidak mengambil apa-apa melainkan daripada dirinya. Cinta tidak mengawal siapapun, dan cinta tidak boleh dikawal siapapun. Karena cinta lengkap dengan sendirinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun