Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saat Bolang Mencetak Petani Milenial

6 Agustus 2019   20:31 Diperbarui: 9 Agustus 2019   16:22 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi
dok. pribadi
Senada dengan Mang Oyo (Panggilan akrab Karsoyo), Agus Salim (28) warga Purwokerto mengatakan bahwa di sekitar daerah perbatasan Jabar dan Jateng, Bahasa Sunda cukup mendominasi, "terutama di daerah perbatasan, Cilacap memang banyak yang Sunda-an, mas," terang dia.

Mayoritas warga Desa Bolang merupakan petani  yang menggarap sawah hak milik untuk bercocok tanam padi dan holtikultura, berkebun, memanfaatkan nira untuk membuat gula aren, bahkan ada juga yang telah berhasil membudidayakan kopi jenis robusta sebagai mata pencaharian utama.

"Buat saya mah, nanam kopi sudah sangat kaharti (baca: menjanjikan/menguntungkan) ketimbang nanam yang lainnya di sini, apa lagi (dibandingkan) karet, saya ingin kopi jadi komoditas utama di Kompos" ungkap Nanda Pendul (35) petani kopi yang menggarap lahan di Bukit Kampos, Desa Bolang.

dok. pribadi
dok. pribadi
Di tanah milik desa seluas  4 hektare tersebut, Nanda telah bertahun-tahun memelihara kopi dan menikmati hasilnya, saat panen ia segera menyerahkan kopi ke Bumdes Bolang untuk diolah dan dijadikan produk unggulan desa.

 "Saya ingin lahan ini sebagian besar ditanami kopi untuk menopang tanah, terutama di bagian miring yang sangat curam agar tidak longsor dan menjadi daerah resapan air, nantinya kalau hijau kan bisa jadi destinasi wisata juga" tambah Mang Oyo yang berencana menjadikan Kampos sebagai sentra perkebunan kopi di Desa Bolang sekaligus mengolah lahan tersebut sebagai daerah tujuan wisata alam.

Hal itu bukan tanpa alasan, karena pemandangan dari Bukit Kampos memberikan panorama mempesona, Anda bisa melihat dataran rendah dari atas ketinggian baik siang ataupun malam, dan dalam kondisi cuaca cerah akan nampak Gunung Ciremai dan Selamet yang mengapit kawasan ini serta kerlap-kerlip lampu di desa dan kota di waktu malam.

Secara historis, Kampos merupakan bukit yang pernah dijadikan pos pengungsian saat kejadian DI/TII di era 60-an,

"Masyarakat sering menyebutnya dengan Kompos, maklum lidah kita ingin gampang. Bukit Kampos, adalah tanah desa yang hak pengelolaannya diserahkan kepada Bumdes Bolang," terang Mang Oyo.

dok. pribadi
dok. pribadi
Dengan begitu, Kampos memiliki historical value pasca masa perjuangan Indonesia yang perlu dicatat dalam sejarah perkembangan daerah, terutama bagi warga Kecamatan Dayeuhluhur, khususnya bagi masyarakat Desa Bolang.

"Di sini juga ada batu wayang, batu yang tak pernah mau dibuang! Jika dibuang dia akan kembali ke tempat semula," terang Sudin (39) salah satu perangkat Desa Bolang.

Menurut penuturannya dan diperkuat oleh para sesepuh Desa Bolang, di suatu waktu ada batu yang dirasa mengganggu ketika mencangkul mengahalangi permukaan tanah yang akan ditanami lalu ia membuangnya, namun keesokan harinya batu tersebut ada lagi, bentuknya mirip aksesoris pakaian pada wayang golek di bagian punggung,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun