Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Road to Harvest, Manis Kopi di Ujung Lidah

22 Maret 2019   15:55 Diperbarui: 25 Maret 2019   16:56 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan penopang kehidupan (Dokpri)

Tancap Gas
Baleno hitam yang tampak sangar seperti mobil balap Nascar yang kami tumpangi dari Cikunir Singaparna, langsung tancap gas sekitar pukul 11 siang (19/03). Melalui Tasik Kota, Rajapolah, Ciawi, kami menuju area Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit I, Ciselang Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya.

PLTP milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang telah dioperasikan sejak 2018 ini berkapasitas 30 megawatt dan telah menghasilkan pasokan listrik bagi lebih dari tiga puluh ribuan rumah.

Tiba di Karaha kabut tebal sudah mulai turun. Jalanan, genting rumah, tanah, dan pepohonan telah tampak sangat basah oleh air hujan. Di beberapa bagian ada genangan dan hujan telah cukup deras ketika kami melintasi Kawah Karaha Bodas, sebuah kawah yang terdiri dari bebatuan dan belerang yang dihasilkan gunung api muda.

Menurut sejumlah catatan, proses pembentukan Kawah Karaha Bodas ini masih ada sangkut pautnya dengan gunung Talaga Bodas dan Gunung Sadakeling, Kabupaten Garut.

Kawasan Karaha yang juga masih tersambung dengan tutugan Gunung Galunggung di bagian utara ini menghasilkan fenomena aktivitas alam solfator dan fumarol yang menghasilkan adanya potensi geothermal atau panas bumi dan kemudian menghasilkan potensi ketersediaan listrik untuk jalur interkoneksi Jawa dan Bali.

Dokpri
Dokpri
Kawasan panas bumi ini sudah sejak lama diekplorasi oleh Pertamina. Bagi siapapun yang akan memasuki kawasan Karaha harus melewati pos penjagaan dengan meminta izin terlebih dulu.

Setelah melewati pos penjagaan, jalanan beraspal yang mulus dan berkelok-kelok hingga 45 derajat di antara deretan hutan pinus mengingatkan sebuah pemandangan dalam adegan film-film Hollywood yang mengambil lokasi shooting di daerah hutan pinus di Eropa.

Jalanan sangat lengang nyaris jarang dilalui kendaraan, hanya satu dua melintas setelah puluhan menit. Andai saya mau iseng tidur-tiduran di tengah jalan dalam waktu lima sampai sepuluh menit, tetap akan terbebas dari kendaraan yang melintas. Kayaknya nggak bakal apa-apa sih, tapi untuk apa?

Kami menjemput gabah kopi dari Abah Dudung (52), petani kopi Karaha yang bulan lalu menimba metode full washing dari petani Ciakar, Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Sesama petani dan masyarakat desa hutan harusnya memang saling berbagi ilmu dan bersinergi untuk sebuah kemajuan dan mencapai cita-cita bersama, hidup sejahtera. Meski tak seberapa banyak kuantitasnya, sekira 12 kg saja, cukup lumayan lah. Apalagi kalau hanya untuk dikonsumsi sendiri, cukup untuk beberapa bulan.

Kuantitas kopi yang sedikit ini dikarenakan panen raya belum waktunya, dan let me inform you, kopi seberat itu hasil dari setengah kuintal lebih ceri yang matang dengan mencuri start dari buah kopi lainnya meski masih satu tangkai. Kopi-kopi yang kami jemput ini mungkin sekarang sudah jadi greenbean. Diolah ibu-ibu yang diberdayakan untuk mampu me-roasting manual dengan sempurna dan telaten menyortir demi kualitas kopi yang bagus dan siap memproduksi Kopikeeran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun