Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

MicroAid Goes to Aceh, Pengembangan Budidaya Udang Vannamei

16 April 2018   09:13 Diperbarui: 16 April 2018   14:20 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tambak udang Vannamei milik Irwansyah (Dokpri)

Diapit oleh Selat Malaka, Samudera Hindia dan pantai utara  yang berbatasan dengan Selat Benggala, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki keunggulan secara geografis yang dikelilingi oleh laut. Provinsi paling ujung di wilayah barat Indonesia memiliki potensi tambak udang yang mumpuni, baik komoditas udang air tawar, payau dan air asin/laut.

Wilayah pesisir NAD yang memiliki panjang garis pantai 1.660 km dengan wilayah perairan laut seluas 295.370 km terdiri dari laut wilayah atau perairan teritorial dan perairan kepulauan seluas  56.563 km dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 238.807 km sangat cocok untuk budidaya udang tambak.

Diantaranya jenis udang Vannamei, salah satu komoditas andalan NAD yang kini mulai digemari oleh masyarakat untuk dibudidayakan, karena vannamei masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik, selain sangat digemari oleh konsumen domestik permintaan akan udang dari luar negeri pun cukup tinggi.

"Produksi udang Vannamei di Aceh berkisar antara sepuluh hingga duapuluh ton perhari, kali tigapuluh berarti produksi udang kita mencapai 600 ton perbulan, katakanlah 500 ton, artinya ini sudah memenuhi standar untuk eksport dan bisa menambah PAD Aceh jika semuanya bisa kita lakukan sendiri, karena selama ini pasarnya ke Medan," jelas Ardiansyah, direktur Aceh Aquaculture Cooperative (AAC) ketika tim MicroAid berkunjung ke Lhokseumawe dan Bireuen menjumpai petambak dan melihat langsung proses pembuatan tambak dan panen udang parsial serta aktivitas tambak lainnya.

AAC merupakan Koperasi Produsen Perikanan Budidaya Aceh yang melakukan pendampingan teknis bagi petambak budidaya udang di Aceh, mengajukan ide bisnis dengan para pembudidaya Aceh untuk memperbaiki kapasitas usaha petambak Aceh, meningkatkan produksi dan membantu penyediaan pakan, hatchery untuk menghasilkan bibit udang yang unggul serta bantuan teknis bagi para petambak.

Jalu Wardhana MicroAid, AAC dan petani tambak binaan melakukan dialog
Jalu Wardhana MicroAid, AAC dan petani tambak binaan melakukan dialog
Ardiansyah mengatakan untuk mencapai tingkatan produksi yang diharapkan AAC masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak diantaranya untuk penguatan kelompok dan akses agro input kredit ke anggota petambak di Aceh.

Sejak didirikannya, AAC sudah membangun kerjasama dengan beberapa lembaga untuk mengembangkan usaha dan penguatan lembaga secara internal dan dukungan teknis.

"Dengan adanya kerjasama yang baik dengan berbagai lembaga seperti MicroAid atau lembaga lainnya, kami berharap bisa membangun berbagai jaringan, membangun pasar dan dengan membantu para petambak  agar mereka bisa bertumbuh dan berkembang baik dari volume-nya (tambak) dan produksi," kata dia.

Aidil, petani tambak muda di Aceh berpartisipasi dalam Questioner MicroAid
Aidil, petani tambak muda di Aceh berpartisipasi dalam Questioner MicroAid
Hal tersebut diamini oleh Jalu Wardhana, tim MicroAid Indonesia yang melakukan kunjungan selama empat hari (5-9 April 2016) ke lokasi tambak petani udang di Biereun dan Lhokseumawe beberapa waktu lalu .

"Kedatangan kami ke Aceh, selain melihat langsung aktivitas para petani tambak, kami berusaha menginventarisir kebutuhan para petani, mengenali permasalahan tambak dan melihat berbagai kemungkinan kerjasama yang lebih baik ke depannya, agar apa yang diinginkan oleh AAC dan para petani tambak bisa terealisasi, sehingga apa yang ingin dicapai dapat terwujud" ungkap Jalu (16/014/17) yang melakukan dialog langsung bersama para petani tambak di wilayah Pesisir Pantai Meunasah Drang, di Desa Palolada Kecamatan Dewantara dan di Pantai Pesisir Krueng Mane, Lhokseumawe.

Pengembangan budidaya pertanian tambak di Aceh merupakan kelanjutan program pasca masa pemulihan ekonomi pasca tsunami dengan pengembangan pengenalan tentang sistem budidaya udang dan ikan yang baik dan ramah lingkungan.

"Pasca tsunami masyarakat Aceh kan tergantung sama bantuan, nah! bagaimana kita bisa melepaskan diri dari bantuan itu kan harus berdaya. Dan diharapkan nantinya, bahwa pengembangan budidaya kedepan dengan system BMPs dan secara berkelanjutan difasilitasi oleh AAC untuk meningkatkan keberhasilan dibidang budidaya dan pendapatan rumah tangga bisa meningkat melalui kerjasama dengan MicroAid dan beberapa value chain yang terlibat," pungkas Ardiansyah.

Memilah dan menghitung udang saat panen parsial
Memilah dan menghitung udang saat panen parsial

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun