Mohon tunggu...
Agustinus Danang Setyawan
Agustinus Danang Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Vortiter In Re, Sauviter In Modo || Teguh dalam Prinsip, Lentur dalam Cara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masa Pandemi: Hilangnya Sebuah Generasi (?)

15 April 2021   08:22 Diperbarui: 15 April 2021   10:50 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Bambang Shakuntala

Masa pandemi Covid-19 belum berakhir. Meski demikian, dunia pendidikan terus berbenah dan mencari terobosan supaya pelayanan pendidikan terus dapat diberikan dengan maksimal. Pemerintah senantiasa berusaha memberikan arahan yang tegas manakala sekolah-sekolah hendak memulai proses tatap muka. Segala piranti kesehatan sampai SOP pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah disiapkan sedemikian rupa untuk mendukung kualitas pelayanan pendidikan.

Hanya saja, beberapa waktu ini muncul jargon-jargon negatif yang paling tidak membuat kita sedikit menyeringai. Pandemi menjadi tantangan semua kalangan dan dihadapi dengan sinergi yang baik. Pemerintah dan kalangan pendidikan juga mengantisipasi serta selalu mengupayakan tersampaikannya informasi yang tepat guna berkaitan dengan pandemi ini.

Jargon yang sangat mengganggu (paling tidak bagi saya) adalah "Hilangnya Sebuah Generasi". Rekan-rekan pembaca yang budiman, efek psikologis jargon ini sangatlah fatal. Jika jargon ini dibacaa oleh kalangan pelajar, bisa jadi mereka akan 'mengamini' diri sebagai 'generasi yang gagal'. Jika jargon ini dibaca oleh para pendidik, mereka akan membaca diri mereka sebagai pendidik yang tak 'mumpuni' dalam kondisi yang tak menguntungkan ini (pandemi).

Saya kira, sekarang kita perlu membuka definisi pemahaman kita tentang 'sekolah'. Pertanyaan yang muncul, "Apakah sekolah (bangunan sekolah) merupakan satu-satunya cara/tempat dimana perserta didik dapat mendapatkan ilmu?" Ketika kita membatasi diri bahwa hanya di sekolah lah perserta didik dapat memperoleh ilmu, ini akan menjadi stigma salah kaprah. Maka tak heran jika jargon yang saya angkat tersebut muncul ke ranah publik. Mereka (siapa saja) akhirnya beranggapan bahwa jika peserta didik tidak datang (secara fisik) ke sekolah, mereka akan gagal sebagai generasi. Ini bahaya!

Pendidikan sejatinya universal tetapi khas (unik) untuk setiap peserta didik. Maksudnya, proses pendidikan sejatinya tidak terbatas pada tempat atau kondisi tertentu saja. Sejatinya, dimanapun dan apapun kondisinya, mereka tetap dapat memperoleh dan mengembangkan ilmu. Pelayanan pendidikan semestinya juga bisa melampaui segala macam tantangan dan hambatan yang ada. Akan sangat fatal jika pendidik membatasi kemampuan dan pelayanannya hanya di ruang lingkup (bangunan) sekolah saja. Ini akan mengerikan dan menghacurkan motivasi pelayanan pendidikan para guru.

Maka, dalam masa pandemi ini, alangkah lebih bijak jika kita tidak 'men-judge' mereka (peserta didik) sebagai 'generasi yang gagal'. Dari pada kita memakan jargon itu mentah-mentah dan meracuni pikiran kita, baik kalau kita ubah 'mind-set' kita. Marilah berupaya sekuat tenaga memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik untuk mereka. Dengan cara ini pun, mereka (peserta didik) akan mengalami sapaan karakter yang baik. Peserta  didik pasti akan juga belajar bagaimana menjadi pribadi yang berkarakter di tengah masa pandemi ini. Guru itu memancarkan kasih serta komitmen yang baik dalam setiap pengajaran, entah dimanapun itu terjadi.

Kita generasi hebat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun