Mohon tunggu...
Danang Tri Hartanto
Danang Tri Hartanto Mohon Tunggu... -

Seorang ayah yang percaya bahwa menulis merupakan jalan menuju kebijaksanaan. Menulis untuk berbagi dan menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Kosong Pendidikan Kita

27 Januari 2017   17:56 Diperbarui: 27 Januari 2017   18:11 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah kekar dan kasar dunia pendidikan kita kembali merenggut korban jiwa, tiga mahasiswa yang tengah mengikuti Pendidikan Dasar (DIKSAR) MAPALA UNISI harus menjadi korban kebringasan dari para seniornya. Entah model pendidikan bagaimana yang mereka rujuk, sehingga calon anggota mereka diperlakukan seperti kerbau dungu yang boleh dicambuk dan dipukul ketika membajak sawah. Peristiwa ini tentu menyayat nurani kita, bukan hanya keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII) saja yang harus menanggung malu, tapi kita rakyat Indonesia, khususnya para kaum terpelajar juga harus menanggung rasa malu yang diakibatkan oleh kesenewenan MAPALA UNISI.

Peristiwa DIKSAR berdarah ini melahirkan kerisauan yang mendalam. Bagaimana mungkin model pendidikan barbar seperti ini dapat dilaksanan dengan sempurna oleh mereka mahasiswa di kampus Islam tertua di Indonesia. Kampus yang didirikan oleh Bapak Bangsa kita, yang telah melahirkan banyak tokoh bangsa dibuat tertunduk malu oleh segelinitir mahasiswa bahlul bin pekok ini. Ada apa sebenarnya dengan pendidikan kita, kenapa pendidikan yang seharusnya melahirkan kaum terpelajar, justeru dimanfaatkan oleh kaum "kurang ajar" untuk melampiaskan nafsu barbar mereka.

Dunia pendidikan kita saat ini memang sedang lari terengah-engah, mereka menyibukkan diri untuk mengejar dan mempertahankan akreditasi. Pasang iklan disana-sini, mulai dari media cetak sampai baliho raksasa, berlomba-lomba pamer akreditasi mulai "A", "bintang lima", atau mengklaim sebagai "kampus nomor satu" versi webometric kah atau versi-sersi yang lain. Kampus dininabobokkan oleh bualan akreditasi, tapi mereka justeru lupa bahwa tugas mereka adalah mendidik mahasiswa untuk menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Padahal dengan mengejar akreditasi, kampus belum tentu berhasil mencerdaskan anak bangsa. Ibarat anjing dan bayang-bayang, mencerdaskan anak bangsa lepas, budi pekerti luhur lari entah kemana.

Maka jangan salahkan anak didik kita jika mereka lulus menjadi manusia yang buas, padahal mereka sudah dididik dikampus-kampus besar, dengan segudang predikat dan ribuan Doktor atau Profesor di dalamnya.

Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mengembalikan hakikat dunia pendidikan. Pak Profesor dan Pak Doktor, tugas utama anda adalah mendidik kami supaya menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Tugas anda bukan menjadi direksi BUMN, atau konsultan perusahaan, biarkan itu menjadi tugas orang lain. Fokuslah pada tugas anda, jangan tergiur dengan nilai proyek yang jauh lebih besar daripada gaji dan tunjangan anda sebagai guru besar.  Jangan biarkan jam kuliah anda kosong karena anda harus keluar untuk rapat direksi.

Wahai para pendidik, ayo kembali ke kampus. Mari kita tutup ruang - ruang pendidikan yang menjadi kosong karena sering anda tinggalkan. Jangan biarkan ruang kosong itu dihuni dan dimanfaatkan oleh mahasiswa-mahasiswa berjiwa kerdil dan barbar. Karena jika ruang kosong itu terus dibiarkan, maka jangan pernah menyesal jika suatu saat ruang-ruang pendidikan itu justeru dikuasi oleh para zombie pendidikan.

   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun