Malam sudah jatuh, bulan pun tak sanggup lagi bersinar. Bintang -- bintang kini mulai menghilang dari langit yang tak pernah datar. Dia masih terjaga, menghias pohon natal. Dia masih terjaga, memungut satu persatu kenangan yang tak pernah dia kenal.
Burung -- burung mulai bernyanyi riang, ketika Anton turun dari tangga menyaksikan putera bungsunya masih sibuk dengan pohon natal yang mereka beli kemarin. Entah sebab apa, Adam merengek untuk dibelikan pohon natal baru meski november masih belum berlalu.
"Apa yang kau lakukan?" Anton berhenti tiga anak tangga sebelum mencapai dasar. Pertanyaannya jelas tidak membutuhkan jawaban, hanya sebuah penjelasan mengenai anaknya yang mungkin kehilangan akal. "ini bahkan belum desember, natal masih satu bulan dari sekarang"
Anton menunjuk pada kalender yang memang dengan bangga mentertawakan Adam mempertontokan angka sebelas.
"untuk ibu" kata Adam singkat, lalu ia sibuk lagi dengan pohon natalnya. Anton hanya sanggup menggelengkan kepala menuruni anak tangga yang tersisa. "kopi ayah ada diteras depan" lanjut anak itu "masih panas"
Anton berhenti sebelum melangkah kedapur. Dia menyadari sesuatu terjadi pada anak bungsunya. Pria paruh baya itu mencoba mendekati anaknya yang masih duduk dibangku kelas tiga SMP itu.
"Apa yang terjadi?"
"tidak ada"
"kau tau, kau tidak akan mendapatkan apa -- apa meskipun menghias pohon natal sebelum waktunya"
"aku tau, santa claus tidak akan datang lebih cepat tahun ini"
"kau merindukan ibumu?"