Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hutan Terlarang

14 November 2018   14:51 Diperbarui: 14 November 2018   15:22 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"kau harus keluar dari sana sebelum matahari terbenam"  kata pria tua itu saat aku dating kerumahnya sekedar meminta izin untuk masuk kedalam hutan yang kata penduduk setempat terlarang bagi orang asing di waktu -- waktu tertentu. Pria tua itu ibarat penjaga hutan yang dituakan oleh seluruh penduduk desa. "kalau lewat dari itu, hanya kesucian dan kejujuran yang sanggup membawamu keluar darisana" lanjutnya.

***

Jam tanganku menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit ketika Her asisten sekaligus supir dalam setiap perjalanan yang aku komandoi mengumumkan terjadi kerusakan mesin pada bus usang yang kami gunakan untuk mencapai hutan itu. Aku sejenak melihat keluar bus, matahari sebentar lagi akan turun dan kami tidak akan mencapai pemukiman sebelum saat itu tiba.

Her mencoba menenangkan aku yang tidak dapat menyembunyikan kepanikan. Bagiku, ini adalah perjalanan kelima menjadi seorang pemandu wisata. Dan untuk memasuki hutan yang asing seperti ini, adalah untuk pertama kalinya. Empat perjalanan sebelumnya, aku hanya mengandalkan kemampuan berbahasa Inggris ketika di Bali dan Jogjakarta. Atau pemahaman sejarah yang tidak terlalu banyak saat berada di Jakarta. Jelas saja aku panik, belum lagi mengingat peringatan dari tetua desa yang seolah -- olah mengancam tadi pagi. Singkatnya, aku tidak bisa berpikir jernih saat ini.

Fred, wisatawan asal Jerman satu -- satunya yang paham soal hutan dari kami semua pamit untuk masuk kembali kedalam hutan. Aku tidak menjawab, lagi pula ahli biologi itu tampaknya bukan meminta izin sekedar memberitahu saja. Usianya yang mencapai tujuh puluh delapan tahun tidak membuatnya takut pada apapun, bahkan kalau bisa jujur dia kelihatan jauh lebih bugar dan muda daripada Her yang baru menginjak lima puluh tahun minggu kemarin.

Anggi dan Kanaya belum panik, mereka masih asyik mengambil gambar sana -- sini. Anggi adalah mahasiswa kedokteran semester pertengahan yang sedang mengisi waktu liburannya dengan menjadi artis media social. Sedangkan Kanaya, adik kelas Anggi beda fakultas. Dalam ceritanya, Kanaya adalah kekasih dari Yudi, yang adalah adik kandung dari Anggi. Tampaknya, Yudi mempercayakan kekasihnya itu pada sang kakak, atau justru sebaliknya. Sebab yang aku lihat, Kanaya lebih dewasa dalam berpikir daripada Anggi.

Ada satu keluarga kecil yang ikut dalam rombongan kali ini. Prita adalah blogger dengan centang biru di kompasiana. Wanita tiga puluh lima tahun itu seringkali mengungkapkan betapa bangganya dirinya berada di posisi yang tulisannya diakui oleh para pembaca juga admin kompasiana. Semakin lama dia bercerita, semakin tampak menyombongkan diri dihadapan suaminya, Lukman yang juga adalah penulis di kanal yang sama tapi masih berstatus centang hijau. Ternyata, bakat menulis turun -- menurun pada keluarga ini. Terbukti, Kevin yang masih berusia delapan tahun juga memiliki bakat yang sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, mereka belum panik. Prita dan Lukman justru asyik berdebat tentang tulisan seperti apa yang akan mereka tampilkan sesampainya di penginapan nanti. Seandainya saja mereka tahu kebenarannya...

Tidak ada yang tahu kalau hutan ini terlarang setelah matahari terbanam, hanya aku. Aku sengaja tidak atau belum memberi tahu mereka khawatir kepanikan mulai hadir dan aku tidak bisa mengontrol keadaan. Atas saran Her, aku menghubungi penjaga pintu hutan itu. Dengan berat hati dia bersedia menjemput kami tapi katanya akan butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai di lokasi kami. Seangkan bantuan lain, dari penginapan akan datang lebih lama lagi sekitar dua jam lebih untuk mencapai posisi kami saat ini. Aku mulai berpikir, haruskah aku mengatakan kebenarannya kepada seluruh orang yang ada didalam bus?

Prita sudah mengirimkan lokasi kami kepada penjaga pintu hutan itu, juga pada petugas penginapan saat kami mendengar triakan dari dalam hutan.

"Tolong..." jelas itu adalah suara Fred.

"Fred..." aku sedikit bergumam, kembali aku menatap langit yang sudah gelap kehilangan cahaya matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun